TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Asosiasi Hortikultura Nasional, Ramdansyah Bakir, mendukung pembatasan investasi asing di sektor hortikultura. Bagaimanapun, campur tangan pemerintah tetap diperlukan di sektor yang pasar domestiknya mencapai Rp 100 triliun per tahun ini.
"Pembatasan ini penting karena bagaimanapun hortikultura adalah bagian dari pangan yang harus kita amankan," kata Ramdansyah saat dihubungi, Rabu, 25 Desember 2013.
Ramdansyah mengakui, saat ini investasi di sektor hortikultura masih kurang diminati di dalam negeri. "Sekarang memang belum terlalu diminati, tapi untuk ke depan memang harus dijaga," katanya.
Di bagian hulu, sulitnya mencari lahan dan karakter tanaman yang hanya bisa ditanam pada musim tertentu membuatnya kurang menarik bagi pengusaha kakap. Alhasil, sektor hortikultura mayoritas digarap oleh petani gurem. Praktis tak ada inovasi dibuat untuk menghasilkan produk unggul. "Di sini peran pemerintah diperlukan, dari mulai subsidi hingga pembinaan," kata Ramdansyah.
Beranjak ke hilir, industri pengemasan juga terbilang masih sangat minim di sektor hortikultura.
Meski terhambat sejumlah kendala, kata Ramdansyah, sektor hortikultura ini punya peluang besar untuk berkembang. Untuk ekspor, Indonesia yang beriklim tropis memiliki potensi untuk mengembangkan beberapa jenis buah eksotis, seperti mangga, nanas dan manggis.
Sebelumnya, Pemerintah memperketat kepemilikan modal asing dalam investasi di sektor pertanian untuk menyesuaikan Undang-Undang nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura. Badan Koordinasi Penanaman Modal menyebut kepemilikan modal asing yang semula maksimal 95 persen akan diubah menjadi 30 persen. Ada 6 bidang usaha yang menjadi restriktif, antara lainnya perbenihan hortikultura, budidaya hortikultura, dan industri pengolahan hortikultura.
PINGIT ARIA