TEMPO.CO, Jakarta - Di Lamalera, pulau Lembata, NTT ada tradisi unik memburu paus yang dilakukan turun-temurun sejak abad ke-16. Warga Lamalera hidup dari perburuan paus. Paus dibagikan kepada warga untuk ditukar jagung, padi, pisang. Bila ada yang mengkhawatirkan mamalia laut itu akan punah, dampaknya sangat kecil.Dan jenis paus ditangkap bukan mamalia yang dilindungi.
Menurut Bona Beding, penulis dan direktur Penerbit Lamalera, ada aturan adat Lamalera untuk tidak menangkap paus yakni, jenis jantan besar dan betina sedang hamil. Dalam diskusi Yayasan Nuswantara Bakti tema Logika Dasar Cara Berpikir Kebudayaan Maritim, di hotel Sultan belum lama ini, Bona mempertanyakan ke depan apakah laut akan diprivatisasi, mengingat sudah ada pulau yang dimiliki perorangan, pembangunan resort bahkan pengeboran yang dilakukan pihak asing di laut.
Laut menurut Bona menjadi pusat moral dan pendidikan,"Dalam kehidupan orang Lamalera, semua kosmologi laut selalu berhubungan denganontologis. Ikan selalu dihayati sebagai hadiah dari Tuhan.Mereka dituntut untuk menjaga keselarasan harmoni antara laut dan daratan," kata dia. (Baca :Borobudur Writer Festival Digelar 17 Oktober 2013)
Laut bagi orang Lamalera adalah ibu mereka yang melahirkan, membesarkan,melindungi, dan memberi hidup. Ia mempertanyakan, jika terjadi privatisasi terhadap laut yang kita miliki lalu bagaimana dengan perkembangan akan masa depan generasi mendatang.
Bona mengatakan, orang Lamalera menyebut diri mereka empunya laut. Ikan, laut beserta seluruh isinya menjadi tanggung jawab mereka. Sehingga mereka memliki tanggung jawab moral untuk menjaga merawat dan melestarikannya.
Jadi mereka tidak memburu atau mencari paus."Kami hanya mengambil apa yang sudah disediakan Tuhan lewat alam," kata Bona yang ayahnya menjadi Lamafa (juru tikam ikan paus sekaligus pemimpin laut).
Ketika para lelaki memburu paus, para ibu di darat juga menjaga perilaku dengan tidak berbicara kotor, bertengkar, dan pintu rumah harus terbuka agar rejeki dari laut menghampiri. Pada musim melaut pada Mei hingga Oktober, para lamafa tak boleh tidur dengan istrinya, bertengkar dengan ibu, saudara perempuan dan istri. "Hasil laut dibagikan kepada para janda dan kaum miskin," kata Bona.
EVIETA FADJAR
Berita Terpopuler
Tip Sewa Mobil untuk Liburan
Gajah Mada Versi Bahasa Inggris di Pasar Dunia
Liburan, Langit Ajak Mahasiswa Buat Novel
Kenapa Remaja Mulai Tinggalkan Facebook