TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan yang mengharuskan pegawai negeri sipil naik angkutan umum ke kantor mendapat tanggapan beragam. Ada yang mendukung, ada yang tidak. Bagi mereka yang rumahnya jauh dan harus berkali-kali ganti angkutan, kebijakan ini sedikit memberatkan.
Lurah Rorotan, Jakarta Utara, Dwi Kurniasih misalnya. Dwi menyatakan harus ganti angkutan umum lima kali dari rumahnya di Tegal Alur, Kali Deres, Jakarta Barat. Dwi biasanya menggunakan kendaraan pribadi ke kantornya. "Naik kendaraan pribadi saja bisa 1-1,5 jam ke kantor," katanya.
Angkutan pertama yang ia tumpangi adalah omprengan menuju shelter Transjakarta Rawa Buaya. Dari sana, Dwi menumpang Transjakarta ke Harmoni, kemudian lanjut ke shelter Pulogadung. Sesampainya di Pulogadung, ia melanjutkan perjalanan dengan angkot U28 jurusan Rorotan.
"Itu tidak langsung sampai ke depan kantor," kata Dwi. "Saya turun di SMP 200 Rorotan lalu lanjut naik ojek sampai kantor. Lama perjalanan empat jam."
Sebelumnya, Gubernur Joko Widodo menerbitkan Instruksi Gubernur yang mewajibkan PNS menggunakan kendaraan umum pada Jumat pertama di setiap bulan. Aturan itu tertuang dalam Instruksi Gubernur Nomor 150 Tahun 2013 tentang Penggunaan Kendaraan Umum bagi Pejabat dan Pegawai Pemprov DKI Jakarta, dan akan berlaku mulai Jumat, 3 Januari 2013. (Baca juga: Instruksi Jokowi, Kadis Siap Naik Angkutan Umum).
Menurut Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit, kebanyakan program seperti ini hanya bertahan sepekan atau dua pekan. Setelah itu kembali lagi seperti biasa. Gagalnya program serupa sering kali disebabkan persiapan yang tak matang.
"Jika mewajibkan PNS menggunakan angkutan umum, pemerintah harus memastikan ketersediaan armada yang memudahkan perjalanan pekerjanya," kata Danang.
ISTMAN MP
Terpopuler:
FPI Ancam Demo Polresta Depok
Polisi Depok Tahan Lima Anggota FPI
Wajib Naik Angkutan, PNS Harus Berangkat Dini
Jokowi Perintahkan PNS DKI Naik Angkutan Umum
Teroris Digerebek, Densus Sita Senjata di Bogor
Arus Balik Tahun Baru, Jalur Puncak Macet