TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kontraterorisme Harits Abu Ulya mengatakan, Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutarman seharusnya mengevaluasi cara-cara eksekusi terduga teroris oleh Densus 88. Harits menilai eksekusi alias tembak mati di tempat sangat kontraproduktif. “Cara-cara eksekusi tidak humanis. Mereka ini kan masih terduga teroris,” katanya saat dihubungi, Kamis, 2 Januari 2014.
Cara-cara eksekusi di tempat yang dilakukan aparat juga dinilai sangat kontraproduktif. Polisi, kata dia, seharusnya bisa menginterograsi terduga teroris yang ditangkap untuk mengungkap oknum lain di jaringan tersebut. Kapolri dan tim Densus 88 dihimbau berhati-hati menggunakan kewenangan diskresi yang melekat, seperti yang diatur dalam Undang-undang Terorisme.
Baca Juga:
Detasemen Khusus 88 dalam undang-undang tersebut memiliki keleluasaan menafsirkan sinyal bahaya saat akan melakukan eksekusi. “Ini subyektif dan sangat berbahaya,” katanya. (Baca: Teroris Manfaatkan Internet)
Pada Selasa malam, 31 Desember 2013, sekitar pukul 19.00 tim Detasemen Khusus 88 melakukan penggerebekan sebuah rumah kontrakan di Jalan Ki Hajar Dewantoro, Gang Haji Hasan RT 04 RW 07, Kelurahan Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
Rumah tersebut dihuni enam orang anggota kelompok Nurul Haq, yang diduga terlibat sejumlah aksi penembakan terhadap anggota kepolisian, bom Vihara Ekayana, dan perampokan kantor cabang Bank BRI di Tangerang pada 24 Desember 2013 lalu. Sebanyak enam terduga teroris tewas ditembak.
FEBRIANA FIRDAUS
Berita Terpopuler:
Artidjo: Saya Ingin Hukum Mati Koruptor, tapi....
Album Baru, Beyonce Rekam 80 Lagu
Titip Doa Berbayar, Ahmad Gozali Akui Salah
Bekas Kombatan Timtim Sumbang PAN Rp 500 Juta
US$ 45 Juta Disiapkan untuk Simulator Sukhoi