TEMPO.CO, Makassar - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan kini memprioritaskan kinerjanya untuk melakukan pemburuan terhadap tiga buronan kasus korupsi. Untuk itu, tim intelijen Kejaksaan Tinggi selain terus berkoordinasi dengan tim Adhyaksa Monitoring Centre di Kejaksaan Agung, juga berkoordinasi dengan Markas Besar Kepolisian RI.
"Ini hal yang menantang di awal tahun, dan pencarian akan semakin gencar dilakukan," kata Kepala Kejaksaan, Muhamamd Kohar, Jumat, 3 Januari 2014.
Tiga buruan Kejaksaan yang saat ini masih bergentayangan adalah bekas Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara XIV Makassar, Hendra Iskaq; terdakwa pengadaan tiang listrik di Kepulauan Selayar, Sudirman; dan tersangka pengadaan mobil pemadam kebakaran di Parepare, Yoshimune Yamada.
Hendra terakhir terlacak penyidik pada Oktober lalu. Belakangan, tersangka dugaan korupsi penyertaan modal negara sebesar Rp 100 miliar itu diketahui berlindung di Australia bersama salah seorang anaknya.
Sedangkan Sudirman hilang jejak sejak kabur dari kantor Kejaksaan, September lalu. Terdakwa menolak dieksekusi setelah putusan Pengadilan Tinggi Makassar perintahkan jaksa melakukan penahanan.
Yoshimune Yamada merupakan Vice President PT Kobe Indonesia Friendship Association, perusahaan yang mengangkut mobil pemadam kebakaran dari Jepang ke Parepare. Warga kebangsaan Jepang itu tidak pernah menghadiri panggilan penyidik sejak kasus ini diusut 2011 lalu.
Juru bicara Kejaksaan, Abdul Rahman Morra, menyatakan, tanpa kehadiran ketiga buronan, perkara korupsi tetap akan dilimpahkan ke pengadilan. Penyidik telah merampungkan berkas tersangka yang lebih dahulu ditetapkan. "Berkas perkara tersangka saling terpisah karena berbeda perbuatan," kata Rahman.
Kuasa hukum Sudirman, Udin Labbe, mengaku tidak pernah lagi berkoordinasi dengan kliennya. "Saya juga tidak tahu di mana dia berada," kata Udin.
Menurut dia, komunikasi terakhir dengan Sudirman dilakukan sebelum dinyatakan sebagai buronan. Dia menilai Kejaksaan tidak memiliki kewenangan menahan karena kliennya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
"Klien kami sebenarnya patuh hukum jika perkara itu telah memiliki kekuatan hukum tetap," ujar Sudirman.
ABDUL RAHMAN