TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) berpotensi menggerus devisa negara hingga US$ 5 miliar. "Saat ekspor barang mineral mentah tidak ada lagi, secara logis yang berproduksi hanya pemasok pengolahan pemurnian," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Sukhyar, seusai konferensi pers, Jumat, 3 Januari 2014.
Ia menjelaskan, penerapan undang-undang itu akan berdampak pada penurunan volume ekspor barang mineral mentah. Sukhyar menuturkan, pada 2013, Kementerian ESDM mencatat devisa negara dari sektor pertambangan mineral mencapai US$ 11 miliar.
"Tahun ini mungkin hanya sekitar US$ 6 Miliar," kata dia. Sukhyar menilai penurunan itu hanya terjadi selama satu tahun. Setelah 2014, ia berpendapat, penerimaan devisa negara akan naik secara bertahap dengan beroperasinya smelter. Ia memprediksi penerimaan devisa negara dari ekspor barang mineral mentah pada 2015 akan mencapai US$ 9 miliar.
Sementara itu, angka tersebut diproyeksikan mengalami kenaikan hingga mencapai US$ 25 miliar pada 2016. Kementerian ESDM menyatakan, mulai 12 Januari mendatang, ekspor mineral mentah pasti dihentikan. "Komitmen sudah jelas," kata Sukhyar.
Ia menjelaskan, Direktorat Jenderal Minerba sedang melakukan pertemuan dengan beberapa asosiasi industri di sektor eksplorasi serta pengolahan mineral untuk membahas batas minimum kadar pemurnian mineral guna keperluan ekspor. Sukhyar menuturkan, pertemuan semacam itu digelar menyusul adanya kebijakan pemerintah untuk melarang ekspor mineral mentah, sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Sukhyar mengungkapkan, pertemuan itu dilaksanakan guna menyamakan persepsi antara pemerintah dan para pelaku industri mengenai batas minimal pengolahan mineral. Ia memberi contoh, sebelum ada Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, zircon dianggap sebagai komoditas logam.
"Sekarang pasar lebih suka zircon untuk bahan baku industri mineral," ucap Sukhyar. Meski demikian, ia melanjutkan, pengolahan zircon menjadi logam tetap diizinkan, dengan mengikuti pilihan-pilihan yang ada. Misalnya, logam dengan kandungan minimal zircon sebanyak 65,5 persen diperbolehkan untuk diekspor.
Sukhyar menyebut Direktorat Jenderal Minerba sudah melakukan pertemuan dengan beberapa asosiasi seperti asosiasi pengusaha pasir besi. Ia menuturkan, pertemuan itu menghasilkan kesepahaman batas minimal pengolahan dan pemurnian mineral.
"Pekan depan kami bertemu para pemangku kepentingan dari sektor pasir besi dan nikel, dan selanjutnya kami sampaikan kepada Menteri," kata Sukhyar.
MARIA YUNIAR
Berita Terpopuler:
Ini Buku Baasyir yang Disebut Legalkan Perampokan
Album Baru, Beyonce Rekam 80 Lagu
Ahok Naik Mobil Dinas, Jokowi: Lihat Saja Nanti
Ucapan Baasyir Soal JIL sampai Presiden Kafir
Pindah ke PDIP? Ahok Menjawab Santai
Gunakan Kata Allah, Malaysia Sita 321 Alkitab