TEMPO.CO, Yogyakarta - Badan Angggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta sepakat memangkas dana bantuan sosial. Sebabnya, pos anggaran itu dinilai rentan disalahgunakan untuk kepentingan kampanye politik.
Di daerah lain, misalnya, ada Gubernur Banten Atut Chosiyah yang dibidik Komisi Pemberantasan Korupsi dengan dugaan korupsi bantuan sosial. (Baca juga: 10 Kementerian Miliki Dana Sosial Rp 256 Triliun)
"Kami pangkas karena khawatir dana ini disalahgunakan memasuki tahun politik, khususnya untuk membantu kampanye calon calon tertentu," kata anggota Badan Anggaran DPRD Kota Yogyakarta Bambang Anjar Jalumurti kepada Tempo, Ahad, 5 Januari 2014.
Jumlah pemangkasan tersebut mencapai hampir separo dari anggaran yang diajukan pemerintah kota Yogyakarta. Dari anggaran yang diajukan sebesar Rp 50 miliar, parlemen hanya menyetujui sekitar Rp 30 miliar.
Bambang mengatakan pemangkasan itu juga bertujuan meminimalisir kecemburuan dari calon peserta pemilihan umum, khususnya yang berebut kursi legislatif. Sebab, sejumlah kerabat dari pejabat eksekutif turut maju sebagai calon legislatif pada pemilihan umum mendatang.
Pantauan Tempo dari data yang diterima Panitia Pengawas Pemilu Kota Yogyakarta, setidaknya ada dua kerabat kalangan pemerintah yang turut maju sebagai kandidat legislatif. Mereka adalah Suryani, istri Wakil Walikota Yogyakarta Imam Priyono yang maju dengan kendaraan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, serta RR Ch Nawaning Dyah Siwi, istri Kepala Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kota Yogyakarta Sukamto yang maju lewat Partai Gerindra.
Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Yogyakarta Agus Triyanto menuturkan, bantuan sosial selama ini memang rentan disalahgunakan untuk membantu kepentingan politik dengan kedok program pemerintah.
"Jadi jika ada kerabat dari pejabat eksekutif yang turut mencalonkan diri, maka sangat rentan terjadinya abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan), harus diawasi betul," ucapnya.
Agus mengatakan ada sejumlah modus yang kerap dipakai menyelewengkan dana bantuan sosial. Misal, pembengkakan anggaran yang dialokasikan untuk sebuah kelompok masyarakat. Atau, ada kelompok masyarakat baru yang baru terbentuk namun langsung mendapat kucuran anggaran.
Akan tetapi, Sekretaris Komisi B DPRD Kota Yogyakarta Bagus Sumbarja mengatakan pemangkasan anggaran tak semata karena 2014 merupakan tahun politik.
"Kami juga menjaga agar bantuan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat untuk pemberdayaan bisa cair," kata Bagus.
Ia menyatakan komisinya merupakan salah satu dari empat komisi yang mengusulkan bantuan paling besar untuk bidang perekonomian dan usaha kecil menengah, dengan nilai alokasi Rp 10 miliar. Namun sebagian dana itu tidak bisa disetujui dengan alasan pengajuannya terlambat.
"Jadi yang ditolak bukan masyarakat yang ada urusannya dengan politik, tapi hanya karena soal administrasi yang tak beres," ujarnya berkilah.
PRIBADI WICAKSONO.