TEMPO.CO, London - Para ahli menemukan bahwa supervulkan (supervolcano) bisa meletus tanpa gempa bumi atau pemicu eksternal lainnya. Berdasarkan sebuah penelitian di European Synchrotron Radiation Facility (ESRF) di Grenoble, Prancis, volume magma cair semata cukup untuk menyebabkan bencana letusan super.
Simulasi panas dan tekanan intens di dalam "raksasa tidur" ini bisa membantu memprediksi bencana di masa depan. Penelitian oleh tim Swiss dari ETH Zurich itu muncul di Nature Geoscience.
"Kami mengetahui jam itu berdetak tapi kami tidak tahu seberapa cepat: apa yang dibutuhkan untuk memicu letusan super?" ujar Wim Malfait dari ETH Zurich, penulis utama artikel itu, sebagaimana dikutip BBC, Ahad, 5 Januari 2014.
"Sekarang kami tahu Anda tidak memerlukan faktor ekstra. Supervulkan bisa meletus hanya karena ukurannya yang sangat besar. Ketika cukup mencair, letusan dapat terjadi begitu saja."
Ada sekitar 20 supervulkan yang dikenal di Bumi, termasuk Danau Toba di Indonesia, Danau Taupo di Selandia Baru, dan yang agak lebih kecil, Phlegraean Fields, di dekat Naples, Italia.
Letusan super jarang terjadi, rata-rata hanya sekali setiap 100.000 tahun. Tapi ketika terjadi, letusan ini berdampak buruk pada iklim dan ekologi Bumi.
Ketika sebuah supervulkan meletus 600.000 tahun yang lalu di Wyoming--saat ini Yellowstone National Park di AS--ia mengeluarkan lebih dari 1.000 kilometer kubik abu dan lava ke udara, yang cukup untuk mengubur sebuah kota besar hingga kedalaman beberapa kilometer.
Semburan ini 100 kali lebih besar dari semburan Gunung Pinatubo di Filipina pada 1992, dan bahkan membuat letusan bersejarah seperti Krakatau pada 1883 terlihat kecil. "Ini adalah sesuatu yang akhirnya akan kita hadapi. Ini akan terjadi di masa depan," kata Dr Malfait.
"Anda bisa membandingkannya dengan dampak hantaman asteroid--risiko pada waktu tertentu kecil, tapi ketika itu terjadi, konsekuensinya akan menjadi bencana besar."
Kemampuan untuk memprediksi bencana seperti ini jelas penting. Tapi pemicunya tetap sulit dipahami, karena proses ini berbeda dari gunung berapi konvensional seperti Pinatubo dan Gunung St. Helens.
Salah satu mekanisme yang memungkinkan adalah overpressure dalam dapur magma yang dihasilkan oleh perbedaan antara magma cair kurang padat dan batuan lebih padat di sekitarnya. "Efeknya sebanding dengan memegang bola di bawah air. Ketika Anda melepaskannya, bola berisi udara dipaksa ke atas oleh air padat di sekitarnya," kata Malfait.
Tapi apakah efek daya apung ini saja sudah cukup untuk itu, ini yang tidak diketahui. Bisa jadi bahwa pemicu tambahan--seperti suntikan magma yang mendadak, infus uap air, atau gempa bumi--diperlukan.
Simak berita tekno lain di sini.
ERWIN Z | BBC
Berita lain
Hormon Ini Mampu Tangkal Rasa Candu pada Ganja
Apple Akuisisi Pengembang Foto SnappyLabs
Anjing Juga Peka Arah Mata Angin
Bangsa Romawi Kuno Gemar Makan Jerapah
Galaxy S5 akan Diluncurkan Februari Nanti