TEMPO.CO, Jakarta - Berbeda dengan kasus Raffi Ahmad di Jakarta yang tak kunjung dilimpahkan ke pengadilan karena jaksa menolak menggunakan UU Narkotika untuk kasus kepemilikan metilon (methylenedioxymethcathinone/MDMC), kasus serupa di Mataram, Nusa Tenggara Barat, justru lancar disidangkan.
Terdakwanya adalah Wayan Purwa, yang ditangkap polisi pada Juni 2013 lalu dengan barang bukti 70 gram sabu dan 388 butir pil yang mengandung metilon.
Memang kasus ini sempat mandek, bolak-balik dari kejaksaan ke Kepolisian Resor Mataram, karena alasan yang sama dengan kasus Raffi. Tapi, berkat dorongan Badan Narkotika Nasional (BNN), jaksa memutuskan jalan terus.
“Semula kami bingung karena zat metilon belum ada dalam daftar narkotik,” kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Mataram Akmal Kodrat saat ditemui Tempo, pertengahan November 2013 lalu.
Akmal lantas menghubungi ahli kimia farmasi yang juga Kepala BNN Nusa Tenggara Barat, Mufti Djusnir. Dia juga berkonsultasi dengan Laboratorium Forensik Denpasar. "Ini zat baru, sehingga kami perlu ahli yang mengerti betul," ujar Akmal.
Mufti meyakinkan kejaksaan kalau metilon masuk kategori narkotik. Metilon memiliki efek dan dampak negatif seperti narkotik lain. Bahkan tingkat bahaya metilon, yang masuk level 4, lebih tinggi daripada ekstasi--yang masuk level 3. Beberapa negara di Eropa dan Amerika sudah melarang peredarannya.
Dalam persidangan, jaksa menghadirkan Mufti sebagai saksi ahli. Di hadapan hakim, dia menjelaskan bahwa metilon adalah zat turunan dari katinona atau cathinone. Dalam UU Narkotika, katinona masuk daftar narkotik golongan 1.
AGUNG SEDAYU | SANDY INDRA
Berita Terpopuler:
Megawati Diminta Restui Jokowi Jadi Capres 2014
Peluang Menang Duet Megawati-Jokowi Kecil
Dalang Wayang Suket Slamet Gundono Meninggal
Soal Kenaikan Harga Elpiji, SBY Bercuit