TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Golongan Karya, Chairun Nisa, didakwa menjadi perantara suap terhadap M. Akil Mochtar--bekas Ketua Mahkamah Konstitusi--sebesar Sin$ 294.050, US$ 22 ribu, dan Rp 766 ribu (seluruhnya sekitar Rp 3 miliar). Serta menerima komisi Rp 75 juta dari calon Bupati Gunung Mas terpilih, Hambit Bintih, dan Cornelis Nalau Antun.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara kepadanya untuk diadili," kata jaksa penuntut umum Sigit Waseso saat membacakan dakwaan pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 8 Januari 2014.
Hambit dan Cornelis dianggap menyuap Ketua MK Akil Mochtar (kini nonaktif) melalui politikus Partai Golkar, Chairun Nisa. Tujuannya untuk mempengaruhi putusan gugatan pilkada Kabupaten Gunung Mas yang diajukan oleh pasangan Alfridel Jinu-Ude Arnold Pisy dan pasangan Jaya Samaya Monong-Daldin. Perkara ini ditangani Akil selaku hakim ketua merangkap anggota, serta Maria Farida Indrati dan Anwar Usman sebagai anggota.
Hambit berharap gugatan yang diajukan pasangan Alfridel Jinu-Ude Arnold Pisy dan pasangan Jaya Samaya Monong-Daldin ditolak dan putusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Gunung Mas yang menetapkan Hambit dan Arton S. Dohong sebagai pemenang pilkada Gunung Mas dinyatakan sah.
Pada 19 September 2013, Hambit bertemu dengan Chairun Nisa di sebuah restoran di Hotel Sahid, Jakarta, meminta bantuan mengurus keberatan tersebut dengan cara mendekati pejabat MK. Atas permintaan itu, Chairun Nisa menghubungi Akil. Kemudian, pada 20 September 2013, Hambit menemui Akil di rumah dinas Ketua MK, meminta bantuan terkait permohonan keberatan hasil pilkada Gunung Mas itu. Lantas Akil menyampaikan agar Hambit mengurusnya melalui Chairun Nisa.
Pada 24 September 2013, Akil menginformasikan ke Chairun Nisa bahwa sidang akan digelar keesokan harinya. Ia meminta disampaikan kepada Hambit untuk menyediakan uang Rp 3 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat.
Chairun Nisa menginformasikan pesan Akil kepada Hambit, dan disanggupi. Hambit lantas meminta Cornelis Nalau menyiapkan duit dan menyerahkannya kepada Akil. Karena telah menghubungkan ke Akil, Chairun Nisa memperoleh komisi Rp 75 juta dari Hambit yang diserahkan pada 2 Oktober 2013 siang. "Hambit menyerahkan uang sebesar Rp 75 juta yang dibungkus koran kepada terdakwa terkait pengurusan gugatan pilkada Gunung Mas di MK RI," ujar Sigit.
Sigit menyebutkan, pada malam harinya, Chairun Nisa didampingi Cornelis ke rumah dinas Akil untuk mengantarkan duit tersebut. Namun, saat masih duduk di teras menunggu Akil keluar, petugas KPK langsung mencokoknya.
Atas perbuatannya, Chairun Nisa didakwa melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20. Bekas anggota Komisi II DPR RI itu terancam pidana 20 tahun bui.
Menanggapi tuduhan itu, kuasa hukum Chairun Nisa, Soesilo Ariwibowo, menyatakan akan mengajukan nota keberatan. "Setelah kami membaca dan mencermati dakwaan penuntut umum, kami akan mengajukan eksepsi," kata Soesilo. Ketua majelis hakim Suwidya menjadwalkan sidang pembacaan keberatan itu pada Senin pekan depan.
LINDA TRIANITA
Terpopuler
Film Animasi Frozen Kalahkan Hobbit di Box Office
Chatib: Ini SUN Valas Terbesar Sepanjang Sejarah
Bagaimana Cuaca Dingin Membunuh Manusia?
Foto: Wajah Amerika Serikat Dihajar Musim Dingin
Di Jepang Juga Ada Fenomena 'Cabe-cabean'
AS Roma Resmi Dapatkan Radja Nainggolan
Kebun Binatang Surabaya Terkejam di Dunia, Kenapa?