TEMPO.CO, Cilacap - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta meminta Kejaksaan melepaskan 17 petani Desa Bantarsari Cilacap, Jawa Tengah, yang disangka menebang kayu di lahan yang diklaim milik Perhutani. Penangkapan petani dinilai sebagai preseden buruk bagi pemenuhan hak ekonomi masyarakat di tepi hutan.
“Kami masih menunggu keputusan Kejaksaan Tinggi Semarang mengenai tuntutan keluarga korban agar mereka dilepaskan,” kata Direktur LBH Yogyakarta, Samsudin Nurseha, Kamis, 9 Januari 2014.
Menurut Samsudin, seharusnya Perhutani tidak mengkriminalisasi petani. Sebab, mereka memanfaatkan hutan tidak untuk mencari keuntungan, tetapi untuk bertahan hidup. Dia menyesalkan langkah polisi yang langsung memproses secara hukum laporan dari Perhutani. “Seharusnya ada upaya mediasi terlebih dahulu.”
Samsudin menambahkan, keluarga korban sudah mengajukan penangguhan penahanan ke kejaksaan. Namun, hingga kini belum ada jawaban.
Sebanyak 17 petani dijadikan tersangka penebang pohon jati di lahan yang diklaim milik Perhutani KPH Banyumas Barat. Mereka dilaporkan karena diduga menebang 106 pohon jati dan mendirikan gubuk di atas lahan seluas 0,3 hektare di Petak 28G Resor Pemangkuan Hutan Kedungwadas, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Barat. Penebangan dilakukan pada 27 Oktober 2013. Saat ini berkas tersangka sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Cilacap.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Cilacap Herwan Purwoko mengatakan Kejaksaan sudah menerima surat permohonan penangguhan penahanan dari LBH Yogyakarta dan keluarga tersangka. "Saat ini mereka masih tetap ditahan," katanya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Cilacap Ajun Komisaris Agus Puryadi mengatakan penahanan tersangka telah melalui prosedur pemeriksaan dan penyidikan. “Mereka menebang pohon jati di lahan Perhutani dan mendirikan gubuk di atasnya dengan alasan lahan itu milik nenek moyang mereka,” katanya.
Padahal, kata dia, pelaku penebangan tak punya dokumen kepemilikan lahan yang sah. Saat tersangka dipanggil, yang datang justru 30 orang dan mereka mengaku melakukan penebangan. Menurut Agus, tersangka dikenakan pasal perusakan hutan, bukan penebangan liar. “Perhutani mempunyai dokumen sah berikut petanya. Kami berpendapat Perhutani-lah yang menanam pohon jati pada 1999,” katanya.
ARIS ANDRIANTO