TEMPO.CO, Jakarta - Maraknya berita positif yang muncul belakangan ini berhasil membawa rupiah menutup pekan ini dengan penguatan. Dalam transaksi pasar uang hari ini, rupiah mengalami apresiasi 31 poin (0,25 persen) ke level 12.162 per dolar Amerika Serikat (AS). Selama sepekan, rupiah telah menguat 18 poin (0,15 persen) dibanding posisi akhir pekan sebelumnya pada level 12.180 per dolar AS.
Ekonom Bank Mandiri, Destri Damayanti, mengatakan nilai tukar rupiah yang relatif menguat selama sepekan terakhir dipicu oleh membaiknya data ekonomi dalam negeri yang dirilis awal Januari. "Data inflasi year-on-year sebesar 8,38 persen, atau di bawah ekspektasi Bank Indonesia yang memperkirakan 8,9 persen."
Selain itu, neraca perdagangan yang mengalami surplus US$ 778 juta disambut positif oleh pelaku pasar. Hal ini menambah keyakinan bahwa defisit transaksi berjalan bisa ditekan di kisaran 3,3 persen. Adanya perbaikan dari sisi cadangan devisa yang hampir kembali ke level psikologis US$ 100 miliar juga menjadi tenaga tambahan bagi mata uang lokal.
Dalam pasar global, penguatan mata uang berisiko di antaranya euro, pound sterling, dan beberapa mata uang Asia terhadap dolar turut berimbas pada rupiah. Hingga pukul 17.00 WIB, euro masih bertahan di posisi US$ 1,36, sementara pound sterling di kisaran US$ 1,64. Dipertahankannya suku bunga rendah di kawasan Eropa mendorong gairah investor untuk mengoleksi aset-aset yang lebih berisiko.
Menurut Destri, berbagai sentimen positif yang ada berhasil membuat tekanan dolar mereda. Gejolak rupiah pun bisa diredam di bawah kisaran 12.200. Bila perbaikan data dalam negeri dan sentimen positif global konsisten, rupiah bisa terus menguat. "Karena itu, pemerintah perlu terus mengendalikan impor, terutama produk minyak," kata dia.
PDAT | M. AZHAR