TEMPO.CO , Jakarta:— Kepala Laboratorium Meteorologi Terapan ITB Armi Susandi mengatakan cuaca di Jakarta mengalami anomali. “Curah hujan di Jakarta tidak pernah turun, naik terus,” kata Armi saat dihubungi Tempo, Selasa, 14 Januari 2014.
Dia mengatakan, perubahan curah hujan di Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara mencapai 100-200 milimeter per bulan dibanding nilai curah hujan normalnya. Di Jakarta Timur perubahan curah hujan mencapai 150 milimeter per bulan. Sementara di Jakarta Barat perubahan yang terjadi justru defisit 10-30 milimeter per bulan dibanding curah hujan normalnya.
Penjelasan Armi klop dengan pernyataan Kepala Bidang Meteorologi Publik BMKG Mulyono Prabowo. “Nilai curah hujan di Jakarta agak di atas rata-rata normal dibanding 30 tahun terakhir,” kata Mulyono saat dihubungi Tempo, Selasa, 14 januari 2014.
Mulyono mencontohkan, curah hujan di Jakarta pada periode puncak musim hujan yang terjadi di akhir Januari dan awal Februari 2014 diprediksikan 400-500 milimeter per bulan. Di Jakarta Selatan bahkan nilainya mencapai di atas 500 milimeter per bulan. “Padahal, rata-rata normal curah hujan saat puncak musim hujan di Jakarta selama 30 tahun lalu adalah 300-400 milimeter per bulan,” kata Mulyono.
Menurut Armi, terjadinya anomali curah hujan di Jakarta disebabkan sifat lokal Jakarta yang semakin menghangat. Suhu yang semakin hangat ini mengundang massa uap udara berpindah dari tempat rendah ke tempat yang semakin tinggi, dalam hal ini dari lautan ke Jakarta.
Seharusnya pergerakan massa uap udara ini terus berlanjut terus hingga ke selatan. Namun, adanya daerah pegunungan di Bogor membuat massa uap udara ini balik lagi ke Jakarta. “Ini berbeda dengan Semarang dimana massa uap udaranya terus bergerak ke selatan,” kata Armi.
Selain suhu yang semakin menghangat, tingkat polutan di Jakarta yang semakin buruk juga diduga berpengaruh pada terjadinya anomali curah hujan.
AMIRULLAH