TEMPO.CO , Jakarta: Banjir mengepung Jakarta lagi pada Senin, 13 Januari 2014. Pengamat perkotaan Nirwono Joga memaparkan lima pekerjaan rumah yang harus dilakukan Pemerintah Provinsi Jakarta dalam mengantisipasi banjir.
“Jika lima PR ini dilakukan secara serius dan konsisten, banjir di Jakarta akan tertangani,” kata Nirwono saat dihubungi Tempo, Selasa, 14 Januari 2014.
Lalu, apa saja lima PR yang harus dilakukan itu?
1. Revitalisasi sistem drainase
Terjadinya banjir di daerah-daerah seperti Otista, Green Garden, TB Simatupang, dan tempat-tempat lainnya menunjukan buruknya sistem drainase yang dimiliki Jakarta. Sistem drainase banyak yang rusak, tak terawat, tak terhubung dengan baik, dipenuhi sampah, hingga kecilnya diameter saluran air. “Ini hal yang sepele tapi tidak pernah diurus dengan serius,” kata Nirwono.
Nirwono mencontohkan diameter gorong-gorong di jalan protokol Jakarta yang cuma sekitar 1-1,5 meter. Padahal idealnnya, di bawah jalan protokol minimal 3 meter, syukur-syukur bisa lima meter. “Jakarta hingga kini belum punya rancangan induk saluran air,” kata Nirwono.
2. Revitalisasi waduk dan situ
Pemerintah Provinsi Jakarta hingga kini baru merevitalisasi Waduk Pluit dan Ria Rio. Padahal Jakarta memiliki 40 waduk dan 14 situ yang perlu direvitalisasi. Revitalisasi ini akan memungkinkan waduk dan situ menampung air sementara sebelum mengalir ke sungai. “Saat ini ada pemahaman yang salah dimana air hujan dibuat secepat-cepatnya masuk ke sungai,” kata Nirwono.
3. Normalisasi kali dan relokasi warga
Dua hal ini saling terkait dimana normalisasi artinya harus merelokasi masyarakat warga yang tinggal di bantaran kali. Jakarta dilalui 13 sungai. Menurut Nirwono, sebenarnya sudah ada aturan hukum bagi Pemprov DKI untuk melakukan normalisasi kali. Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW disebutkan bahwa lebar sungai harus dinormalisasi dari 20-30 meter menjadi 50 meter.
Selain itu, lebar bantaran sungai di sisi kiri dan kanan masing-masing 25 meter. “Tujuannya kalau air di sungai meluap, bantaran di sisi kiri dan kanan itu jadi tempat luapannya,” kata Nirwono. Untuk itulah warga yang ada di bantaran saat ini harus direlokasi.
4. Menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Salah satu fungsi RTH adalah sebagai daerah resapan air. Saat ini RTH Jakarta baru 9,8 persen, sementara UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan minimal 30 persen. “Kebijakan ini harus diperkuat dengan kebijakan pemerintah untuk tidak lagi memberikan izin pendirian mal-mal baru,” kata Nirwono.
Dia mengatakan, dari gambaran foto udara, 67 persen tanah Jakarta sudah diperkeras dalam bentuk bangunan-bangunan. Dengan 9,8 persen RTH yang sudah ada, maka artinya masih ada sisa 23,2 persen lagi ruang di Jakarta yang jadi ajang pertarungan antara Pemda, pengembang, dan masyarakat. “Mau dijadikan apa 23,2 persen itu?” kata Nirwono.
5. Rekayasa sosial
Rekayasa sosial yang dimaksud adalah membentuk mental warga agar tidak membuang sampah sembarangan, seperti di saluran air. Kebiasaan masyarakat yang membuang sampah ke saluran air, kata Nirwono, berperan besar bagi terjadinya banjir karena banyak saluran air yang mampet.
AMIRULLAH