TEMPO.CO, Jakarta - Keberhasilan nilai tukar rupiah naik tajam ke level Rp 11.990 per dolar pada awal pekan mendorong peluang terjadinya penguatan lanjutan. Masih kuatnya ekspektasi atas perlambatan pemangkasan stimulus moneter (tapering off) Amerika Serikat menjadi alasan utama pelaku pasar untuk mengoleksi portofolio berbasis rupiah.
Analis PT Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, menyatakan akumulasi sentimen positif sejak pekan lalu memang menjadi faktor pendorong optimisme penguatan rupiah. Di luar perihal data lapangan kerja baru Amerika yang hanya tumbuh sebesar 74 ribu pada Desember, pelaku pasar masih merespons positif surplus neraca perdagangan November 2013, nilai cadangan devisa yang meningkat menjadi US$ 99,4 miliar, dan pengecualian dalam larangan ekspor mineral mentah. “Berbagai sentimen positif membuat optimisme atas laju rupiah belum akan mereda hingga pekan ini,” ujar dia Selasa, 14 Januari 2014.
Meskipun demikian, Rangga tetap menyarankan pelaku pasar untuk memperhatikan laju inflasi Amerika yang akan dirilis beberapa hari ke depan. Bila inflasi kembali bergerak stabil, tak ayal laju tapering off kemungkinan bergerak lebih agresif.
Sedikit berbeda dengan hal itu, analis Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, justru beranggapan pergerakan laju rupiah yang begitu tajam tampak tak sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian. Dirinya khawatir penguatan kali ini hanyalah siklus rutin yang biasanya akan dimanfaatkan dengan aksi ambil untung (profit taking). “Kepastian tapering off yang dimulai Januari ini menjadikan posisi dolar cenderung menguat atas mata uang global,” katanya.
PDAT | Megel Jekson
Berita Lain:
Jokowi Nyapres, Kader Tunggu Megawati Tiup Peluit
Adu Populer Kandidat
Sukrelawan: Apa pun Partainya, Jokowi Presidennya