TEMPO.CO, Jakarta - Boleh dibilang, Semakbelukar merupakan grup musik paling “brengsek” pada 2013. Band ini bubar justru ketika mereka mulai menuai perhatian. Mulai banyak tawaran manggung di mana-mana.
Ya, saat mulai diperhitungkan di ranah indie dalam negeri, dengan lagak “peduli setan”, mereka membubarkan diri. “Saya sudah lelah. Sudah cukuplah,” kata David Hersya, vokalis Semakbelukar, saat ditanya soal alasan mereka membubarkan diri.
Pada awal Desember 2013—saat menggelar pentas di Kineruku, Bandung—David Hersya (mandolin, vokal), Ricky Zulman (akordeon), Mahesa Agung (gong mini), Angger Nugroho (jimbana), serta Ariansyah Long (gendang) menghancurkan alat musik yang mereka pegang dengan linggis dan palu. Semakbelukar menutup pertunjukan itu dengan rebana sobek, akordoen terbelah, gong pecah, dan mandolin bolong.
Padahal pentas itu merupakan bagian dari peluncuran album terbaru mereka dan penampilan perdana di Kota Kembang. “Menghancurkan alat itu suatu pernyataan, Semakbelukar sudah selesai dan kami tidak akan reuni lagi,” ujar David tentang aksi mereka itu.
Semakbelukar memilih membubarkan diri setelah meluncurkan album perdana yang bertajuk nama mereka sendiri, Semakbelukar. Ya, grup musik ini bubar justru ketika mereka kian mencuri perhatian jagat musik, terutama ranah indie di Tanah Air.
Satu yang menyedot perhatian dari band asal Palembang ini adalah lirik-lirik lagunya. Simak saja penguasaan bahasa dan pemilihan diksi yang dilakukan Semakbelukar dalam lirik tembang Seloka Beruk berikut ini:
ayuhai putri cantik nan menggoda
masanya budak dikenakan lampin
adat diinjak budaya ternoda
semenjak beruk menjadi pemimpin
masanya budak dikenakan lampin
sembari ditimang didendangkan
semenjak beruk menjadi pemimpin
halal dan haram pun dimakan
Dari judulnya saja sungguh menarik. Semakbelukar memilih kata “beruk” ketimbang “monyet”, yang jauh lebih populer. Barangkali itu terjadi karena latar belakang personelnya yang berasal dari dataran Sumatera. Dalam dialek Melayu, “beruk” bukan kata yang asing. Namun, bagi pendengar yang ada di dataran Jawa, kata “beruk” yang disisipkan dalam lirik lumayan mengejutkan. Apalagi ini dijadikan judul.
Lalu pemilihan kata “ayuhai”. Tanpa membaca sastra lama yang didominasi pujangga Melayu, tak mungkin “ayuhai” itu terselip dalam lirik. Pada masa kini jauh lebih populer “aduhai” ketimbang “ayuhai”. Begitu pula “lampin”, padanan kata “popok bayi”.
Dari contoh itu, boleh dibilang Semakbelukar tampak sangat serius dalam proses pembuatan liriknya. Ini lirik bukan sembarang lirik. Kata-kata dipilih dengan telaten dan sabar. “Butuh waktu sebulan untuk menyelesaikan Seloka Beruk,” kata David tentang lirik lagu yang sarat kritik sosial itu.
Selain lirik, musik Melayu yang mereka usung sangat menarik. Apalagi bila melihat latar belakang para personel Semakbelukar. Sebelum berlabuh di alunan nada Melayu, sebagian besar personel Semakbelukar merupakan punker underground Palembang. David memiliki band punk rock, Ricky punya band industrial, dan Mahesa bermain di kelompok musik beraliran grunge.
Pada suatu titik, David jengah atas distorsi dan gaya hidup anak punk. Ia merasa ranah punk di Palembang terlampau banal. Lagu-lagunya meneriakkan kritik sosial, tapi hidupnya jauh dari permasalahan yang mereka bicarakan dalam lagu.
Mulailah David membuat sebuah perlawanan: mengeksplorasi musik Melayu. Gitar listrik ditanggalkan, diganti mandolin. Drum disingkirkan, diganti gendang. Yang lucu, ada gong mini setiap kali mereka bermain. Alat ini lebih jamak ditemukan pada gagang gerobak tukang es lilin ketimbang di panggung-panggung musik indie. “Awalnya Semakbelukar dibikin sebagai perlawanan. Tapi lama-lama untuk senang-senang saja, tak begitu peduli lagi dengan perlawanan,” ujarnya.
Hal lain yang juga menarik dari Semakbelukar: sikap acuh tak acuh. Ketidakpedulian Semakbelukar terhadap reaksi publik atas karya mereka justru menjadi sesuatu yang dipandang baik. Ada ketulusan yang tersurat dari sikap itu. Bahwasanya grup ini tak mencari ketenaran, tak mengejar keuntungan, tak peduli kata orang, hanya ingin bersenang-senang, titik.
Setelah merilis single beberapa kali dan mengeluarkan album EP pada Oktober 2013, Semakbelukar memilih bubar. David mengaku kaget atas apresiasi musik yang mereka usung. Banyak media pengulas musik menempatkan Semakbelukar sebagai salah satu album terbaik 2013. Namun, bagi David, keputusan sudah bulat. “Saya sudah berhenti total. Tidak akan balik lagi bermusik. Sekarang urus menafkahi keluarga saja,” ucapnya.
ANANDA BADUDU