TEMPO.CO, Jakarta - Angkatan Laut Filipina akan mengawal kapal nelayan di wilayah Laut Cina Selatan yang sedang disengketakan dengan Cina, Kamis, 16 Januari 2014. Langkah ini mengantisipasi kebijakan pemerintah Cina yang mewajibkan kapal asing meminta izin. Cina telah memberlakukan pembatasan penangkapan ikan sejak awal tahun ini. "Kami tidak akan mengikuti aturan mereka. Mengapa kami harus meminta izin dari negara lain?" kata Menteri Pertahanan Filipina, Voltaire Gazmin, Kamis, 16 Januari 2014.
Laut Cina Selatan yang diduga kaya minyak dan gas itu menjadi sengketa antara Cina, Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, Taiwan, dan Malaysia. Cina juga berebut wilayah dengan Jepang di Laut Cina Timur.
Gazmin mengatakan angkatan laut akan membawa persenjataan yang memadai. "Kami perlu unjuk kekuatan karena Cina sudah sangat agresif akhir-akhir ini. Mereka mulai dengan zona identifikasi pertahanan udara, sekarang mereka membuat aturan memancing."
Cina menetapkan zona identifikasi pertahanan udara di Laut Cina Timur. Aturan ini mewajibkan semua pesawat melaporkan rencana penerbangannya kepada pihak berwenang Cina, mempertahankan kontak radio dan membalas jika ada pertanyaan identifikasi. Zona ini memicu protes dari Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan. Sementara aturan di zona perairan ini juga akan memancing kontroversi.
Direktur Administrasi Kelautan Cina Liu Xigui mengatakan pihaknya akan memperkuat pengamanan laut tahun ini, termasuk di sekitar Scarborough Shoal, salah satu wilayah yang menjadi obyek sengketa dengan Filipina. "Tahun ini, kami akan menegakkan dan melindungi hak-hak maritim negara," katanya seperti dikutip Xinhua.
Aturan untuk nelayan asing itu tidak menjelaskan hukuman apa yang diterapkan jika ada yang melanggar. Jika merujuk Undang-Undang Maritim Cina Tahun 2004, kapal memasuki wilayah Cina tanpa izin akan ditangkap, peralatan melaut disita dan menghadapi denda sampai 500 ribu yuan atau Rp 980 juta.
REUTERS | EKO ARI