TEMPO.CO, Jakarta - Terdapat dua jenis reaksi seksual yang tidak normal pada tubuh perempuan. Menurut pakar andrologi dan seksologi, Profesor Wimpie Pangkahila, pertama adalah ereksi perempuan (ereksi klitoris dan lubrikasi vagina) terus-menerus yang terjadi pada daerah genitalia tanpa disertai hasrat atau rangsangan seksual.
"Penyebabnya macam-macam, mulai dari adanya gangguan pada peredaran darah, gangguan pada saraf, obat -obatan, atau hormon," kata Wimpie Pangkahila saat dihubungi Tempo melalui sambungan telepon, Rabu, 15 Januari 2014.
Menurut Wimpie, dulu pada tahun 90-an, kasus seperti ini lebih sering terjadi pada pria. Kasus ini terkenal dengan sebutan priapisms atau prolonged erection. "Penyebabnya adalah suntikan obat atau mengumpulnya darah di aliran genitalia," kata Wimpie. Tapi kini kasus ereksi tanpa sebab yang jelas juga terjadi pada perempuan.
Kedua adalah orgasme yang terjadi berkali-kali atau orgasme yang terjadi dalam interval panjang tanpa disertai rangsangan atau hasrat seksual. Orgasme ini disebut tidak normal karena pada akhirnya dapat menimbulkan rasa tidak enak dan rasa sakit pada tubuh.
"Pasti ada gangguan, bukan pula karena efek habis berhubungan intim. Kalau berhubungan intim, efeknya hanya sesaat," kata dokter yang saat ini berdomisili di Bali ini. "Pasti ada penyebab lain dari luar yang dapat mempengaruhi saraf di sekitar genitalia."
Sayangnya, hingga saat ini belum ada solusi atau penelitian terbaru tentang reaksi seksual yang tidak normal pada perempuan ini. Kebanyakan penanganan kasus yang terjadi masih mengikuti penanganan kasus yang pernah terjadi pada pria.
Misalnya penanganan pada priapism dapat dilakukan dengan pemberian obat penenang atau pengeluaran darah dari penis (salah satu penyebab priapism adalah mengumpulnya darah dalam penis). "Tapi, kalau pada perempuan, ereksi terus-menerus itu masih belum jelas penanganannya," kata Wimpie.
CHETA NILAWATY