TEMPO.CO, Banjarmasin - Yudi Setiawan menilai mantan istrinya, Carolina Gunadi, terpidana kasus korupsi PT Bank Jatim Tbk, tidak pantas divonis enam tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider empat bulan penjara. Alasannya, kata Yudi, Carolina Gunadi bukan orang yang harus bertanggung jawab atas korupsi kredit fiktif di Bank Jatim Tbk senilai Rp 52,3 miliar.
"Memang Carolina dan saya ikut tanda tangan di perjanjian kredit. Tapi kapasitasnya sebagai istri, seorang istri tidak ikut menanggung. Harta saya kan campur dengan istri. Ini sesuai UU Perkawinan tahun 1974," kata Yudi kepada Tempo di Lembaga Pemasyarakatan Banjarmasin, Jumat, 17 Januari 2014.
Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya memvonis Carolina Gunadi, terdakwa kasus korupsi PT Bank Jatim Tbk, enam tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider empat bulan penjara. Ia dinyatakan bersalah dalam korupsi senilai Rp 52,3 miliar itu. "Menyatakan terdakwa Carolina Gunadi bersalah secara sah," kata ketua majelis hakim PN Tipikor Achmad Fauzi, Kamis, 17 Januari 2014.
Vonis tersebut tiga tahun lebih rendah dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Carolina sembilan tahun penjara serta denda uang ganti rugi sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Carolina terbukti bersalah pada melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, juncto UU Nomor 20 Tahun 2010 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Ia juga dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Yudi mengaku heran mengapa dirinya justru belum divonis bersalah. Padahal, ia mengaku sebagai pelaku utama dalam kasus yang dituduhkan itu. Sebagai pelaku utama, kata Yudi, seharusnya jaksa lebih dulu memeriksa dan menyeret dirinya ke kursi pesakitan.
Yudi mengatakan jaksa sudah menjeratnya dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan UU ini, seharusnya hakim Tipikor menolak proses persidangan Carolina Gunadi. "Karena predikat crime-nya sendiri belum divonis. Sangat jelas sekali bahwa jaksa ingin melangkahi saya. Seharusnya saya divonis dulu, bukan Carolina," Yudi menegaskan kepada Tempo.
Yudi meminta agar dirinya segera diperiksa oleh jaksa. Ia ingin membongkar mafia hukum yang melibatkan petinggi kejaksaan dan kepolisian.
Bahkan, Yudi mengaku bekas petinggi Kejaksaan Agung bernama D menerima pemberian dalam berbagai bentuk, baik uang tunai maupun sumbangan pembangunan rumah, hingga total mencapai Rp 40 miliar. Duit itu, Yudi menduga, mengalir ke sejumlah oknum petinggi aparat hukum. "Dia bilang akan mengamankan kasus saya. Saya pernah bertatap muka langsung dan sempat memberi duit US$ 500," ujarnya.
Kasus Carolina berawal dari pengajuan kredit yang dilakukan kelompok usaha Yudi Setiawan, Cipta Inti Parmindo, ke Bank Jatim cabang H.R. Muhammad, Surabaya. Yudi dengan modal janji proyek hibah pengadaan alat peraga pendidikan di empat kabupaten (Situbondo, Pamekasan, Lamongan, dan Mojokerto) mendapat kucuran kredit Rp 52,3 miliar.
Belakangan kredit blockgrant pola keppres itu disebut fiktif dan SK Bupati yang digunakan sebagai dasar pencairan kredit di empat kabupaten disebut-sebut palsu. Kasus ini menyeret 13 orang, dua di antaranya sudah divonis lebih awal yaitu terpidana Bagus Suprayugo, mantan pimpinan Bank Jatim cabang H.R. Muhammad, dan Toni Baharawan, mantan kepala penyelia kredit Bank Jatim.
DIANANTA P. SUMEDI