TEMPO.CO, Jakarta - Mungkin tak banyak masyarakat Indonesia yang tahu bahwa presidennya, Susilo Bambang Yudhoyono, sempat ragu untuk aktif di media sosial, seperti Twitter dan Facebook. Dalam buku Selalu Ada Pilihan, SBY menceritakan bagaimana sejarahnya sampai memutuskan untuk merambah dunia media sosial agar lebih 'dekat' dengan masyarakat modern saat ini.
Seorang staf khusus kepresidenan menjelaskan bahwa media sering kali tak berimbang memberitakan tentang dirinya, terutama mereka yang punya kepentingan politik. Seorang teman SBY yang juga pemimpin redaksi sebuah stasiun televisi juga menyebutkan bahwa media jarang sekali memberitakan hal baik tentang dirinya.
"Pak Presiden sebaiknya Bapak masuk ke media sosial. Aktif di sana. Bapak bisa berbicara langsung dengan rakyat. Tidak disaring oleh media konvensional," tulis SBY mengutip perkataan staf-nya itu.
SBY setuju dengan pemikiran stafnya itu. Namun, saat itu SBY masih merasa cukup berkomunikasi dengan masyarakat lewat SMS atau surat yang dikirimkan untuknya. Belum lagi, ia mencemaskan isu pencitraan yang akan mengiringi peluncuran akunnya nanti.
Namun, SBY kembali mendiskusikan hal ini kepada ahli komunikasi dan public relation Maret 2013. Mereka terus mendorong SBY untuk memuat akun di media sosial. Akhirnya, SBY pun mantap meluncurkan akun resmi di Twitter pada 12 April 2013.
"Setelah mengetahui saya akan masuk dunia Twitter, mereka menyambut dengan antusias. Welcome, kata mereka. Cuma hampir semua mengingatkan bahwa saya harus kuat dan siap mental untuk di-bully," kata SBY.
Dalam waktu empat hari, follower atau pengikut SBY sudah mencapai 1 juta. Melihat respons masyarakat yang positif, SBY pun semakin pede meluncurkan fanpage di Facebook pada 5 Juli 2013. "Saya bersyukur, Allah telah menuntun saya untuk 'thinking outside the box'. Alhamdulillah, hasilnya nyata," katanya.
RINDU P HESTYA
Berita Lain:
Ani Yudhoyono: Ini Tustel Pribadi, Paham?
Adnan Buyung Tantang KPK Bawa Anas ke Pengadilan
Jokowi Dapat Teguran Gamawan
Elektabilitas Turun, Jokowi Masih Unggul Jauh
Unair: Terlalu Dini untuk Minta Maaf Soal Anas