TEMPO.CO, Yogyakarta - Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta dan Jaringan Anti-Korupsi Yogyakarta mendesak Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan lembaga pemerintah menghapus kegiatan press tour untuk wartawan. Kegiatan itu dinilai merupakan bentuk suap yang mempengaruhi independensi wartawan.
Sebanyak 23 wartawan yang meliput kegiatan DPRD DIY rencananya diberangkatkan ke Padang, Sumatra Barat, untuk belajar tentang pariwisata mulai Senin 20 Januari hingga Kamis 23 Januari 2014. Kegiatan ini merupakan program tahunan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY. “Kegiatan ini rentan suap untuk wartawan,” ujar Ketua AJI Yogyakarta, Hendrawan Setiawan, Ahad 19 Januari 2014.
AJI bersama Jaringan Antikorupsi mengeluarkan pernyataan resmi tentang desakan penghapusan program press tour kemarin. Jaringan Antikorupsi terdiri dari Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (UGM), Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Indonesia Court Monitoring (ICM), Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Forum Lembaga Swadaya Masyarakat, dan Jaringan Perempuan Yogyakarta.
Hendrawan mengatakan, program press tour bisa mempengaruhi independensi wartawan. Pemberian uang saku dalam kegiatan press tour itu adalah bentuk suap kepada wartawan. “Seharusnya kawan jurnalis sadar kegiatan itu melanggar kode etik jurnalis,” kata Hendrawan.
AJI mendesak Dewan Pers mengeluarkan surat edaran resmi yang melarang instansi pemerintah membiayai press tour dengan menggunakan dana publik. Menurut Hendrawan, kegiatan press tour itu melanggar pasal 6 Kode Etik Jurnalistik yang dirumuskan Dewan Pers. Pasal itu berbunyi wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Anggota Badan Anggaran DPRD dari Fraksi Demokrat, Putut Wiryawan, membantah tudingan Hendrawan. Menurut Putut, pemberian uang saku dalam press tour tak melanggar kode etik jurnalistik. “Pembiayaan press tour termasuk uang saku sesuai dengan standar harga barang dan jasa,” katanya. Menurut dia, uang saku yang hanya beberapa ratus ribu itu tak mempengaruhi independensi wartawan. "Itu seperti honorarium. Tidak menyalahi kode etik.”
Menurut dia, press tour penting. Melalui kegiatan itu, wartawan bisa membandingkan Yogyakarta dengan daerah lain dan sekaligus untuk menjaga hubungan baik wartawan dengan pemerintah. “Wartawan punya jasa besar,” kata Putut yang pernah menjadi wartawan.
Sekwan DPRD DIY menganggarkan Rp 310 juta untuk program press tour sekitar 23 wartawan dan 10 pegawai sekretariat dewan tahun ini. Kegiatan ini dianggarkan Rp 310 juta itu untuk biaya penginapan, uang saku, tiket pesawat, dan uang makan. Pagu untuk tiket pesawat setiap wartawan rata-rata Rp 2,7 juta hingga Rp 3,2 juta.
SHINTA MAHARANI