TEMPO.CO , Jakarta - Komisi Nasional Perempuan menilai keputusan Pemerintah Kota Surabaya menutup lokalisasi Dolly sebagai kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan. Sebab aturan itu menutup hak-hak pekerja Dolly dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosial mereka.
"Pemerintah hanya menutup mata pencarian mereka tanpa memberi ganti rugi terhadap akses ekonomi yang setara," kata Neng Dara Afifah, komisioner lembaga itu, Ahad, 19 Januari 2014, malam. Dia juga memberi ponten merah pada penutupan lokalisasi lain di Jawa Timur, termasuk di Banyuwangi dan Magetan.
Jawa Barat masuk radar Komnas Perempuan sebagai daerah yang tak ramah terhadap minoritas. "Kelompok Ahmadiyah bakal diberangus jika berani menampakkan dirinya di sana," kata dia. Secara otomatis pemerintah daerah ikut mematikan hak dasar manusia berupa beragama dan berkeyakinan. Di Bulukumba, Sulawesi Selatan bahkan masih ada hukuman cambuk. "Aturan ini menabrak konsitusi."
Komnas juga memasukkan Aceh dalam wilayah yang kerap melahirkan aturan diskriminatif. Hak asasi perempuan dilanggar, misalnya dengan larangan duduk menghadap depan saat membonceng sepeda motor. Perempuan di wilayah paling barat Indonesia itu juga diharamkan mengenakan busana ketat. Di Solok, Sumatera Barat lahir beleid yang mewajibkan siswa sekolah menengah memakai jilbab di sekolah.
Sebelumnya, Komisioner Komnas Perempuan Neng Dara Afifah mengatakan telah terjadi peningkatan produk legislasi peraturan daerah yang bersifat diskriminatif. Pada tahun 2012 terdapat 282 produk legislasi dan menjadi 342 buah pada 2013. "Alasan untuk menaikkan elektabilitas jelang pemilu menjadi motif pemerintah daerah," kata Afifah.
MUHAMMAD MUHYIDDIN
Berita lainnya
Banjir Jakarta, Sudah 10.530 Warga Mengungsi
Banjir, Dua Koridor TransJakarta Tak Beroperasi
Stasiun Tanah Abang Terendam 8 cm
Titik-titik Banjir Pagi Ini, 19 Januari 2014