TEMPO.CO, Bandung - Hingga saat ini jumlah kurator seni di Indonesia masih amat terbatas. Bila dihitung, kurator seni di Indonesia kurang dari 20 orang. Itu pun hanya segelintir yang tergolong bermutu.
Demikian disampaikan seniman R.E Hartanto dalam diskusi seni di Galeri Soemardja, Institut Teknologi Bandung, Senin, 20 Januari 2014.Tak hanya kurator, menurut Hertanto, Indonesia juga masih nihil kritikus seni. "Kita sangat membutuhkan orang seperti Sanento Yuliman," ujar seniman peraih Indonesian Art Award 1999 ini .
Diskusi meja bundar bertajuk “Seni Rupa Bandung Hari ini dalam 3 Sorotan” yang dihadiri puluhan seniman, kurator, dan pengelola galeri ini memang tak hanya membahas kondisi dunia seni rupa di Bandung.
"Diskusi juga membahas persoalan seni rupa di Indonesia," kata direktur Galeri Soemardja Aminudin TH Siregar. Diskusi yang berlangsung sejak pagi hingga petang itu diadakan sebagai bagian dari program Soemardja Award #3.
Aminudin mengatakan, perkembangan seni rupa Indonesia dalam beberapa tahun ini menghapus batasan konsep keaslian, seni budaya atas dan bawah, serta mengaburkan batasan konsep seni. Perkembangan inilah yang disorot dalam diskusi tiga sesi tersebut.
Baca Juga:
Menurut Hartanto, seni rupa kontemporer Indonesia melaju pesat di Yogyakarta. Senimannya banyak dan generasinya berlapis-lapis, tidak seperti di Bandung. "Untuk berkarir sebagai seniman, Jogja tempatnya," katanya. Ia juga menilai peminat seni di kota itu lebih melimpah dibanding Jakarta dan Bandung.
ANWAR SISWADI