TEMPO.CO, Surabaya -Pengamat kontra-terorisme Harits Abu Ulya mengatakan jika Densus 88 profesional, terduga teroris semestinya ditangkap hidup-hidup, bukan ditembak mati. “Biarkan semua dibuktikan di pengadilan," kata Harits pada Tempo, Selasa, 21 Januari 2014.
Komentar itu disampaikan Harits sehubungan dengan ditangkapnya terduga teroris Isnaini Ramdhoni alias Doni dan Abdul Majid di Surabaya, Senin malam, 20 Januari 2014. Meski begitu, Harits juga tidak menampik jika Densus 88 hanya ingin membuat pembanding dalam kasus Ciputat, 31 Desember 2013. Densus 88, kata Harits, ingin menunjukkan mereka bisa menangkap terduga teroris dalam keadaan hidup setelah menuai kritik karena menembak mati terduga teroris di Ciputat .
Berdasarkan penelusuran Harits, Isnaini Ramdhoni alias Doni tinggal di Probolinggo dan menikah dengan seorang perempuan asal Malang. Mertuanya adalah pensiunan Polri. Selama di Probolinggo, Doni sempat aktif di Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) bentukan Abu Bakar Baasyir. Namun mengundurkan diri sejak Oktober 2012. "Setelah itu menghilang dan aktifitasnya tidak ada yang tahu," kata Direktur The Community of Islamic Ideological Analyst (CIIA) ini.
Harits menduga Doni memiliki semangat di luar kontrol yang kemudian menghubungkannya dengan orang-orang yang terkait dengan kelompok di Poso. Demikian pula dengan Abdul Majid. Seseorang yang menurut Harits berlatar belakang abangan ini kemudian berubah. Dengan semangat yang tidak terkontrol, Majid sangat mungkin teragitasi seperti halnya Doni untuk melakukan sebuah aksi.
Langkah Majid dan Doni keluar dari JAT diduga karena kemauan dan semangatnya tidak terakomodir selama bergabung di JAT. "JAT yang saya tahu, tidak punya agenda melakukan aksi teror dan terorisme."
Menurut Harits, target pengeboman kedua terduga teroris yang diklaim polisi baru sebatas asumsi. Apalagi barang bukti bisa direkayasa bahkan cenderung tendensius dengan mengambil barang bukti yang tidak relevan seperti buku jihad, bendera dan semacamnya. "Apakah benar Doni hendak meledakkan bom di kantor polisi di wilayah Jatim? Ini persepsi dan asumsi polisi."
Ia berharap pengadilan menjadi tempat pembuktian kebenaran. "Dua orang ini hidup, biarkan pengadilan berjalan transparan untuk membuktikan dugaan aksi teror yang akan dilakukan Doni dan Majid."
AGITA SUKMA LISTYANTI