TEMPO.CO, Jakarta - Cuaca di Pulau Jawa, khususnya DKI Jakarta, mengalami anomali pada musim hujan sekarang ini. Pakar cuaca dari ITB, Armi Susandi, mengatakan sudah lebih dari sepekan curah hujan terpantau tinggi. “Dengan curah hujan 34 milimeter seminggu lebih, daya dukung lingkungan jadi keteteran,” katanya, Rabu, 22 Januari 2014.
Pekan ini, menurut Wakil Ketua Kelompok Kerja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim tersebut, pola curah hujan mengalami penurunan dibanding pekan sebelumnya. Walau begitu, hujan masih akan mengguyur hingga akhir Januari ini dan memanjangkan masa genangan air atau banjir. “Banjir akan lebih lama menyusut, ini lebih berbahaya karena orang menjadi lama tidak bekerja, makin stres, aktivitas mandek, dan penyakit berkembang,” ujarnya.
Armi mengatakan daerah yang masih rawan tergenang banjir sepekan ini yakni Jakarta dan sekitarnya, Pantai Utara di wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur, serta beberapa kawasan di Jawa Tengah. “Di daratan tidak semua daerah akan kebanjiran,” katanya.
Pada musim basah ini, hujan paling banyak dan lama mengguyur wilayah Pulau Jawa dibanding daerah lain di Indonesia. Sebab, kata Armi, angin dari Laut Cina Selatan yang membawa uap air bertemu dengan angin Samudera Hindia tepat di atas Pulau Jawa. “Wilayah di Jawa hampir merata distribusi hujan lebatnya,” ujarnya.
Pada tahun lalu yang juga diwarnai hujan ekstrem, curah hujan tertinggi tercatat mencapai 50 milimeter. Jakarta kebanjiran, kata dia, namun tak lama kemudian air menyusut karena intensitas hujan tertinggi hanya berlangsung 1-2 hari. Saat ini upaya rekayasa cuaca agar Jakarta tidak banjir parah dinilainya sulit berhasil. “Karena armada pesawatnya cuma satu, awannya sangat besar dan areanya luas,” kata dia. Solusi jangka pendeknya, mengalirkan air ke saluran dan laut.
Sementara itu, ahli geologi dari Universitas Padjadjaran Bandung Hendarmawan mengatakan, penataan kawasan di pegunungan aktif ataupun nonaktif bisa menjawab masalah banjir sekaligus krisis air bersih. Sesuai sifat batuannya, sepertiga bagian puncak hingga lereng dijadikan lokasi permukiman, bagian tengah gunung dipenuhi pepohonan, dan bagian kaki gunung dimanfaatkan untuk menjaga ketersediaan air tanah. “Harus ada injeksi air oleh industri yang mengambil air tanah,” ujar Dekan Fakultas Teknik Geologi Unpad itu.
ANWAR SISWADI