Krisis Thailand Alarm bagi Investor Otomotif  
Reporter: Tempo.co
Editor: Abdul Malik
Rabu, 22 Januari 2014 12:25 WIB
Toyota terpaksa menutup pabriknya karena kondisi keamanan di Thailand. (www.autoevolution.com)
Iklan
Iklan

TEMPO.CO, Tokyo - Pabrikan otomotif asal Jepang, Toyota Motor Corp, kembali memperingatkan soal dampak krisis politik di Thailand. Toyota menilai krisis politik di Thailand telah membuat frustasi para investor. Oleh karena itu, raksasa otomotif dunia itu berpotensi membatalkan rencana penambahan investasinya di Negeri Gajah Putih.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seperti dilansir Reuters, 22 Januari 2014, Toyota, Nissan Motor Company, dan Honda Motor Company sebelumnya menyatakan aksi protes antipemerintah yang merebak di Thailand dalam tiga bulan terakhir hanya sedikit berdampak pada bisnis mereka. Namun, Toyota kini mulai mencemaskan bisnisnya di Thailand. Senin lalu, perwakilan Toyota di Thailand sudah menyatakan akan mengkaji ulang investasinya senilai US$ 609 juta dan akan memangkas produksi saat ini jika krisis terus berlanjut.

“Perusahaan-perusahaan Jepang telah melanjutkan investasinya meskipun dihantam banjir besar pada akhir 2011 dan krisis politik sebelumnya,” ujar seorang sumber Reuters yang tidak disebut namanya. “Namun, apa yang saat ini terjadi di Thailand adalah alarm bagi investor,” katanya. (Baca juga: Investasi Toyota Thailand Belum Dialihkan ke RI)

Pemerintah Thailand pada Selasa mengungkapkan akan memberlakukan situasi darurat di Bangkok dan sekitarnya selama 60 hari ke depan. Langkah itu menyusul gerakan unjuk rasa yang telah memblokade sebagian akses ke Ibu Kota untuk menuntut mundur Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.

Toyota Motor Corporation sebelumnya menyatakan akan mempertimbangkan ulang rencana penambahan investasi di Thailand menyusul krisis politik di Negeri Gajah Putih itu yang tak kunjung selesai. Presiden Direktur Toyota Thailand, Kyoichi Tanada, mengatakan Toyota sebenarnya berniat menambah investasi di Thailand sebesar US$ 609 juta (20 miliar baht). “Namun, rencana itu bisa batal. Bahkan, perseroan berencana memangkas produksi karena krisis politik,” ujarnya. (Baca juga: Pemimpin Oposisi Thailand Cemooh Status Darurat)

Toyota merupakan produsen mobil terbesar di Thailand dengan kapasitas 800 ribu unit per tahun. Rencana untuk menaikkan kapasitas produksi sebesar 200 ribu unit per tahun sebelumnya ditargetkan bisa tercapai tiga tahun mendatang. Namun, kini rencana tersebut tidak pasti akan direalisasi atau tidak. “Investasi baru di Thailand kemungkinan tidak bisa terwujud jika krisis politik ini berkepanjangan,” ucap Tanada.

Menurut dia, bagi investor asing yang akan menanamkan investasinya di Thailand, situasi politik saat ini akan membuat mereka mencari alternatif tujuan investasi selain Thailand. Namun, bagi perusahaan yang sudah terlanjur berinvestasi seperti Toyota, maka opsinya adalah investasinya akan ditambah atau akan mengurangi produksi. “Kami masih belum yakin,” katanya.

Thailand adalah pasar otomotif terbesar di ASEAN dan merupakan basis produksi bagi beberapa produsen mobil global, seperti Toyota, Honda Motor Corporation, dan Ford Motor Company. Aksi unjuk rasa menuntut Perdana Menteri Yingluck Shinawatra agar mundur dari jabatannya telah membuat Bangkok menjadi lumpuh. Jika aksi itu membuat ekonomi Thailand terganggu, maka dipastikan Toyota akan memangkas produksinya. “Setelah shutdown pemerintah Thailand, pengunjung di showroom kami semakin sedikit,” ujar Tanada. (Baca juga: Krisis Thailand Berkepanjangan Mengancam Investasi)

Toyota memproduksi sekitar 850 ribu mobil di Thailand pada 2013. Dari angka itu sebanyak 445 ribu unit dijual di pasar domestik dan 430 ribu untuk pasar ekspor. Tahun ini Toyota Thailand menargetkan hanya menjual 400 ribu unit untuk pasar domestik dan ekspor 445 ribu.

Tanada memperkirakan pasar otomotif Thailand anjlok 13,6 persen menjadi 1,15 juta unit tahun ini seiring melemahnya pasar domestik akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pada 2012 lalu, pasar otomotif Thailand juga anjlok 80 persen akibat kebijkan subsidi pemerintah bagi pemilik mobil pertama dan dampak banjir pada akhir 2011. Berdasarkan catatan Federasi Industri Thailand (FTI) pasar otomotif Thailand pada 2013 turun 7,7 persen menjadi 1,33 juta unit.

REUTERS | ABDUL MALIK

Terpopuler :Mengapa BI Pertahankan Kebijakan Moneter Ketat?KAI Perbanyak Lokomotif dan Gerbong BarangBanjir, 24 ATM Bank BRI Masih TerendamIndustri yang Mengalami Kenaikan Tarif ListrikBanjir, Distribusi Bawang Menumpuk di Bandung

Iklan

 

 

 

BERITA TERKAIT


Rekomendasi