TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, mengatakan penggunaan kotak suara berbahan kertas lebih hemat dibanding yang terbuat dari aluminium. Apalagi, kata dia, kotak kertas itu memang digunakan sekali pakai agar menghindari biaya perawatan.
"Dari aluminium harganya Rp 350.000 belum untuk perawatannya," kata Ferry ketika ditemui setelah seminar "Saatnya yang Muda Bicara Pemilu" di Universitas Al-Azhar Indonesia, Rabu, 22 Januari 2014. Sedangkan yang berbahan kertas, ujar dia, hanya mengeluarkan anggaran Rp 50.000 per kotak untuk pemakaian pemilu legislatif, pemilu presiden putaran pertama, dan putaran kedua.
Ferry mengatakan kotak suara berbahan kertas bisa dilipat, sehingga bisa digunakan tiga kali pemilu. Menurut dia, hal itu jelas lebih hemat biaya dan tempat, sehingga perawatannya lebih mudah. Meski berbahan kertas, Ferry menjamin isi kotak suara aman dari kecurangan.
Ikhwal kotak suara yang berbeda di setiap provinsi, Ferry membantah kabar tersebut. Dia mengatakan spesifikasi kotak suara sama di seluruh Indonesia. "Kata siapa? Bawaslu? Sudah lihat sendiri belum? Saya pastikan semua sama di seluruh Indonesia," katanya.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu merekomendasikan KPU untuk melakukan uji publik atas spesifikasi kotak suara berbahan kardus. Rekomendasi ini dikeluarkan setelah Bawaslu menemukan ribuan kotak suara berbahan kardus tidak sesuai spesifikasi dan rentan rusak.
Rekomendasi Bawaslu ini keluar setelah menemukan ribuan kotak suara tidak sesuai spesifikasi. Ada 22 temuan dari 33 provinsi. Misal, di Provinsi Jambi, menurut catatan Bawaslu, kotak suara tidak memenuhi standar keamanan dan keselamatan surat suara. Penyebabnya, bahan kotak suara tidak tahan terhadap air dan gembok kotak suara hanya terbuat dari plastik.
Di Provinsi Sumatera Selatan, kotak suara dibuat menggunakan bahan kardus delaminating, tidak menggunakan bahan plastik atau karton kedap air, sehingga rentan rusak. Dan pinggiran kotak masing renggang, sehingga memerlukan plester khusus untuk merapikan.
Di Provinsi Lampung, kotak suara memiliki berbagai potensi rawan manipulasi, arena di sisi kanan dan kiri kotak suara terdapat lubang berukuran sebesar ibu jari. Dan bagian bawah kotak juga sangat mudah dibuka karena menggunakan sistem knockdown.
Di Provinsi Kalimantan Barat, kotak suara tercatat tidak kedap air. Kemudian proses pengadaan dan distribusinya tidak transparan, sehingga tidak diketahui oleh Panitia Pengawas Pemilu setempat. Indikasinya, perusahaan pemenang tender tidak diumumkan dan tidak jelas alamatnya. Di Provinsi Sulawesi Tenggara, bagian sisi kotak suara berpori terbuka, sehingga menyerap air dan menyebabkan kotak dan bilik suara gampang rusak.
SUNDARI