TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Senior Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Profesor Jan Sopaheluwakan, menilai rencana pembangunan sodetan Ciliwung-Cisadane hanya solusi jangka pendek dalam mengatasi banjir. "Itu tidak cukup. Baru mengatasi Kali Ciliwung saja, belum menyentuh 12 sungai lain," kata Jan di sela pertemuan pers, Kamis, 23 Januari 2014.
Konsep sodetan sekadar mengalirkan air secepat mungkin ke laut. Padahal, penting untuk menyimpan air karena dibutuhkan pada musim kemarau. "Sodetan itu seperti saat kita pusing hanya minum obat pusing. Padahal, pusingnya karena sakit yang lain," ujarnya. (Baca: Sodetan Ciliwung-Cisadane Ancaman bagi Bandara)
Karenanya, pembangunan sodetan harus dibarengi penataan ruang secara cerdas dengan konsep wilayah biru-hijau. "(Jakarta) Utara wilayah biru, jadi harus jelas air parkir di mana. Sedangkan Jakarta Selatan wilayah hijau."
Kenyataannya, saat ini pembangunan tidak terkendali. Jan mencontohkan di wilayah Jakarta Selatan. Secara tata ruang, Jakarta Selatan merupakan wilayah hijau. Namun, pemerintah belum mengatur intensitasnya seperti yang terjadi di Kemang dan TB Simatupang. Ini perlu diatur agar suatu wilayah dapat sesuai dengan kemampuan ekosistem.
Untuk solusi jangka panjangnya, LIPI menyodorkan konsep Blue-Green Jakarta Metropolis. Konsep yang baru pertama kali di dunia ini menuntut perubahan radikal dan sistematis karena mengkombinasikan kota dengan air banjir. "Jakarta akan jadi contoh," kata Jan. Ia menyebut sedang menghitung biaya konsep tersebut. (Baca: Jokowi: Sodetan Cisadane Bukan Memindah Banjir)
ATMI PERTIWI
Terpopuler:
Empat Petugas Busway Cabuli Penumpang
Tol Tangerang-Merak Terendam Banjir di KM 38
Jokowi: Sodetan Cisadane Bukan Memindah Banjir
Banjir dan Sodetan, Tangerang Undang Jokowi dan Ahok
Jurus Tiga Baskom Ahok Jika Sodetan Ditolak