TEMPO.CO, Jakarta - Kekhawatiran pelaku pasar uang terhadap penarikan stimulus moneter Amerika Serikat (tapering off) kian meningkat setelah berbagai indikator perekonomian Negeri Abang Sam itu mengalami perbaikan. Di pasar mata uang Kamis, 23 Januari 2014, rupiah kembali melemah 22 poin (0,18 persen) menuju level 12.165.
Persepsi tersebut diperkuat oleh prediksi atas indeks penjualan rumah (existing home sales) yang meningkat. Data penjualan retail serta klaim pengangguran pada Januari juga diperkirakan membaik.
Analis dari Bank Saudara, Rully Nova, mengatakan bahwa pergerakan rupiah yang cenderung melemah saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen negatif ketimbang kondisi fundamental. Pulihnya ekonomi Amerika diperkirakan mempercepat pemangkasan stimulus moneter bank sentral (tapering off).
Di sisi lain, penguatan dolar AS juga disebabkan oleh rilis data perkiraan awal indeks manufaktur Cina yang turun ke level 49,6. Data tersebut memunculkan persepsi bahwa perekonomian Cina mulai melambat.
Selain spekulasi tapering off dan melambatnya ekonomi Cina, pelaku pasar juga mulai khawatir terhadap potensi kenaikan inflasi akibat banjir. Selanjutnya, kenaikan inflasi dikhawatirkan memicu kemungkinan penyesuaian tingkat suku bunga acuan (BI Rate). “Tingginya suku bunga membuat kredit perbankan diperkirakan hanya tumbuh 15–17 persen pada 2014,” ujar Rully.
Pada Jumat, 24 Januari 2014, rupiah diprediksi masih melemah akibat minimnya dukungan sentimen positif. Laju rupiah bahkan semakin terdesak bila investor di pasar reguler melakukan aksi ambil untung. Pada Jumat ini, rupiah kemungkinan masih bergerak di posisi 12.100–12.200 per dolar Amerika.
MEGEL JEKSON
Terpopuler
Apa Kata Megawati Soal Hubungannya dengan SBY?
Benarkah Tenda SBY di Sinabung Rp 15 Miliar?
Jurus Tiga Baskom Ahok Jika Sodetan Ditolak
Ani Yudhoyono Minta Maaf Pun Tuai Komentar
SBY Percaya Klenik Diulas di Washington Post
Isyarat Tepuk Punggung Wapres Boediono ke Jokowi