TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan pemilu serentak tahun ini bisa saja dilakukan jika putusan Mahkamah Konstitusi dibacakan sejak 2013. Namun dengan kondisi sekarang, Qodari mengatakan bisa terjadi kekisruhan dalam pemilu.
"Seandainya digelar serentak pada April 2014, akan timbul kerumitan pelaksanaan seperti penyediaan logistik. Kalaupun ditunda jadi Juli 2014, akan menimbulkan ketegangan politik," kata Qodari, Sabtu, 25 Januari 2014.
Pada Kamis, 23 Januari 2014, Mahkamah Konstitusi memutuskan membatalkan sebagian pasal dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Keputusan Mahkamah ini berakibat pada penyelenggaraan serentak Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilu Legislatif. Namun MK memberi catatan bahwa hal ini baru berlaku pada 2019. (Baca Pemilu Serentak Mulai 2019)
Qodari mengatakan kendala teknis menjadi hambatan utama jika pemilu serentak digelar pada 2014. Soalnya, dengan waktu yang hanya sekitar 2 bulan, perlu menyediakan surat suara dengan jumlah yang sangat besar.
Sementara, menurut Qodari jika jadwal pemilu legislatif tahun ini diundur agar tetap bisa dilakukan serentak, maka ini partai berkuasa mendapat ruang untuk meningkatkan elektabilitas lagi. Qodari mengatakan dengan kondisi Partai Demokrat yang popularitasnya sedang melorot, interpretasi memberikan waktu bagi Demokrat ini bisa menimbulkan ketegangan politik.
"Apalagi sekarang orang-orang sudah punya harapan dan posisi masing-masing," kata Qodari.
BERNADETTE CHRISTINA MUNTHE
Topik terhangat:
Banjir Jakarta Banjir Manado BBM Akil Anas Ditahan Buku SBY
Berita lain:
Harga Rumah Mewah Sutan Ditaksir Rp 15 Miliar
Akil Pasang Tarif Miliaran Urus Sengketa
Mahfud Md. Mengakui Bertemu Atut
Coba Rute Baru, Bus Jokowi 'Nyasar' ke Rumah Makan
Akil Diduga Amankan 11 Sengketa Pilkada