TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Abdul Hakam Naja mengakui mekanisme pendanaan saksi oleh negara tak diatur dalam undang-undang. Saat ini bantuan negara untuk partai politik hanya sebesar Rp 108 per suara bagi partai yang lolos ambang batas parlemen.
"Undang-Undang Pemilu memang tidak mengatur secara eksplisit," kata Hakam saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 27 Januari 2014. Namun Hakam mengatakan pembiayaan pemilu ini ada dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Hakam tak menjelaskan pasal yang mengatur mengenai pendanaan untuk saksi ini.
Menurut Hakam, usulan mengenai dana saksi dari negara berasal dari Kementerian Dalam Negeri. Partai politik, kata dia, dalam rapat dua pekan lalu menyambut baik usulan ini. Usulan ini, kata dia, akan menghapus ketimpangan penyediaan saksi antara partai besar dan partai kecil.
Hakam mengatakan dana saksi ini seharusnya menjadi pintu masuk pendanaan partai oleh negara. Pendanaan partai seharusnya tidak dibebankan kepada individu dalam partai. Menurut dia, hal ini justru berbahaya karena partai akan dikendalikan oleh satu-dua orang. Tapi jika negara memberikan uang yang cukup, partai akan fokus pada kaderisasi dan pendidikan politik. (Baca: Anas Urbaningrum: Saksi Partai Jebakan Betmen)
Dana Disalurkan Lewat Badan Pengawas