TEMPO.CO , Yogyakarta:Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM mengumumkan sejumlah sektor yang rawan menjadi lahan korupsi menjelang pemilu 2014. Sektor itu adalah BUMN, Perbankan, pajak, dan migas.
Peneliti senior lembaga itu, Zaenal Arifin Mochtar, menyatakan BUMN merupakan obyek jarahan korupsi untuk biaya politik yang potensial. Kasus Hambalang merupakan salah satu contoh ketika BUMN mudah menjadi sapi perahan politisi untuk kepentingan pemilihan. "Wajar, dana yang dikelola BUMN besar sekali, Rp 600 triliun," kata dia.
Karena itu, di tengah situasi menjelang pemilu, dia berharap Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan gugatan judicial review yang menghendaki kekayaan BUMN berada di luar anggaran negara. Posisi BUMN yang lepas dari pengawasan Badan Pengawasan Keuangan (BPK) RI akan membuka peluang lebar korupsi politik. "Isu ini mudah dibajak koruptor dan jadi mainan politisi," kata Zaenal.
Wilayah rawan lain, menurut Zaenal ialah perbankan. Termasuk Bank Indonesia dan bank-bank di bawahnya. Potensi korupsi politik di sini sama besarnya dengan di sektor migas dan pajak.
Apalagi sampai sekarang, kasus seperti century dan korupsi sektor migas masih belum tuntas. Menurut Zaenal penegak hukum seharusnya cekatan karena penyelesaian kasus-kasus korupsi besar membantu publik mendeteksi calon-calon bermasalah di pemilu. "Seharusnya ada kejelasan dan kepastian bagi publik," kata dia.
Sementara Pakar politik Fisipol UGM, Ari Dwipayana membenarkan maraknya potensi korupsi politik di sektor-sektor strategis perlu diwaspadai oleh penegak hukum. Dia memperkirakan pengeluaran partai politik dan kandidat calon legislatif maupun presiden menjelang pemilu 2014 lebih besar dari periode sebelumnya. "Biaya politik semakin mahal karena yang diatur baru sumber pendanaan dan mekanisme pengawasan keuangan partai saja," kata Ari.
Menurut dia agar pemborosan biaya politik tidak terjadi di pemilu lima tahun mendatang perlu ada reformasi besar-besaran pada regulasi pengatur pendanaan partai. Ini pertanda kebutuhan pada adanya Undang-Undang Pembiayaan Partai mendesak. "Untuk sekarang, pencegahannya harus ada pengawasan ketat di penggunaan pos APBN, APBD, kontrak karya, perizinan dan modus penggalanan dana politik yang massif lainnya," kata dia.
Ari mengusulkan dalam lima tahun mendatang perlu ada sejumlah regulasi setingkat undang-undang yang membatasi belanja partai. Misalnya, dia menambahkan, ada aturan ketat untuk melarang bentuk-bentuk kampanye penyedot biaya besar.
Penyelenggaraan pemilu legislatif dan presiden secara serentak sebenarnya berpeluang membuat partai makin berhemat pada lima tahun mendatang. "Penggunaan sumbangan publik untuk biaya politik partai juga harus dibatasi," kata Ari.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Berita Lain
Cuit Anas Urbaningrum: Demokrat Ganti Ketua Umum
Survei: Jokowi Bertahan, Prabowo-Aburizal Jeblok
Irfan Bachdim Resmi Gabung Klub Jepang
Suap di Bea Cukai, Kubu STAN vs Non-STAN Meruncing
Jazuli Laporkan Mahfud Md. ke Mabes Polri