TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Operasi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Jawa-Bali-Sumatera Ngurah Adnyana menjawab singkat saat ditanya mengenai proyek gas turbin Belawan, Sumatera Utara. "Saya tidak mau komentar soal itu," ujarnya saat dihubungi Tempo, Rabu, 29 Januari 2014. (Baca juga: Eks Petinggi KPK Jadi Pengacara Tersangka Korupsi)
Kejaksaan Agung menduga pejabat PT PLN mengubah mekanisme tender proyek gas turbin Belawan, Sumatera Utara, untuk memenangkan PT Mapna Indonesia. Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus Syafrudin mengatakan mekanisme yang semula ditetapkan lewat penunjukan langsung, belakangan, diubah menjadi pemilihan langsung oleh direksi PT PLN. "Alasannya supaya memberi kesempatan bagi perusahaan lain," katanya.
Menurut Syafrudin, pengerjaan proyek ini dimulai pada 2012 ketika direktur utama dijabat Dahlan Iskan. Kini dia menjabat Menteri Badan Usaha Milik Negara. Saat itu Dahlan menunjuk langsung PT Siemens Indonesia sebagai original equipment manufacturing (OEM), produsen komponen dengan lisensi sendiri. Awalnya OEM menjadi syarat utama menggarap proyek. Namun syarat ini diubah sehingga perusahaan non-OEM, seperti PT Mapna, diperkenankan ikut seleksi.
Syafrudin mengatakan perusahaan asal Iran itu tidak memenuhi syarat untuk menggarap proyek gas turbin. Dari penelusuran penyidik, ada kejanggalan pada PT Mapna selaku pemenang tender. Seperti PT Mapna belum menyiapkan perusahaan konsorsium saat mengikuti tender, padahal perusahaan asing yang ingin menggarap proyek di Indonesia wajib menggandeng perusahaan lokal.
Dalam kasus korupsi itu, Kejaksaan sudah menetapkan enam tersangka, masing-masing empat pejabat dan karyawan PT PLN Pembangkit Sumatera Bagian Utara, yakni eks General Manager Chris Leo Manggala, ketua panitia lelang Surya Dharma Sinaga, serta Rodi Cahyawan dan Muhammad Ali. Selain itu, dua dari pihak swasta, yakni Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia Supra Dekanto dan Direktur Operasional PT Mapna Mohammad Bahalwan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi mengatakan terjadi penyimpangan dalam kasus ini berupa pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak sehingga merugikan negara hingga Rp 25 miliar. Misalnya mesin yang seharusnya berkapasitas 132 megawatt ternyata hanya 123 megawatt, dan terjadi penggelembungan harga. "Kontrak yang diubah menjadi Rp 554 miliar melampaui harga perkiraan sendiri Rp 527 miliar," katanya.
Kejaksaan telah menahan semua tersangka, termasuk para pejabat PLN. Kemarin, penyidik juga menahan Bahalwan. Ketika dimintai konfirmasi, Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji enggan mengomentari keterlibatan anak buahnya. Juru bicara PT PLN, Bambang Dwiyanto, pun tak membalas pesan pendek dan menjawab telepon dari Tempo. Pengacara Bahalwan, Chandra M. Hamzah, mengatakan kliennya menolak berkomentar. "Dia tidak bisa berbahasa Indonesia," ujarnya.
MARIA YUNIAR I TRI ARTINING PUTRI
Terhangat:
Banjir Jakarta | Cipularang Ambles | Pemilu Serentak | Jokowi Nyapres | Gempa Kebumen
Terpopuler :
Menteri Luar Negeri Inggris Sambangi Jokowi
Massa Geruduk Apartemen Cempaka Mas
Lalu Lintas Menuju Bandara Halim Belum Macet
Amdal Bandara Halim Hampir Rampung
Penembak Briptu Nurul Ditangkap di Lampung
Sampah Banjir Jakarta Lebih dari 3.350 Ton