TEMPO.CO , Jakarta - Pemerintah merencanakan membangun kereta uper cepat Jakarta-Bandung. Menurut Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Dedy S Priyatna, pendanaan studi kelayakan proyek yang akan menelan US$ 15 juta itu berasal dari hibah pemerintah Jepang.
Karenanya, konsultan program ini pun dari Negeri Matahari tersebut. Menurut Dedy, tim Jepang telah memaparkan rencana besarnya mulai dari studi kelayakan hingga teknologi yang hendak diterapkan pada kereta yang diperkirakan berkecepatan 300 kilo meter per jam itu.
Teknologi untuk kereta super cepat tersebut akan mengadopsi Shinkansen di Jepang, di antaranya dengan teknis keamanan terhadap bencana alam seperti gempa. Misalnya, terdapat seismometer pendeteksi gempa yang akan tersambung dengan sumber tenaga kereta. Dengan teknologi ini, kereta dapat melakukan pengereman otomatis ketika menerima sinyal deteksi gempa dari seismometer yang terpasang di sepanjang garis pantai.
Tim Jepang memaparkan pula dengan penerapan teknologi tersebut, Shinkansen mampu mencegah jatuhnya korban pada 11 Maret 2011 ketika Jepang diserang gempa besar berkekuatan 9.0. hingga tidak ada korban jiwa maupun luka. "Tarifnya Rp 200 ribu tapi ini masih harus dihitung. Harga ini dianggap kemahalan, harus lebih murah dari itu. Mereka akan upayakan lebih murah dari itu," kata Dedy di Jakarta, Selasa 28 januari 2014.
Menurutnya, pembangunan jalur ini diperkirakan butuh waktu 6 hingga 7 tahun dan akan dibangun di jalur layang. Rencananya, proyek ini akan dikembangkan mulai jalur Jakarta, Bandung, Cirebon, hingga Surabaya.
MAYA NAWANGWULAN
Berita Lain:
Kasir Ratu Atut Digeledah, 6 Mobilnya Dibongkar
Daftar 14 Kendaraan Adik Ratu Atut yang Disita KPK
Mengapa Davos Penting Bagi Jokowi?
Banjir, Jokowi Pilih Mangkir dari Forum Davos
Ini Sebab Polisi Duga Bos Tata Motors Bunuh Diri
Bupati Bogor: Pak Jokowi, Tak Selalu Uang dan Uang
Jokowi Tuai Kritik karena Absen di Davos
Mobil Mewah Adik Ratu Atut Dikembalikan ke Dealer
Geledah Rumah, KPK Sewa Ahli Kunci Gembok
Alasan Jokowi Mangkir dari Forum Davos