TEMPO.CO, Jakarta:Popularitas Li Na meroket usai menjuarai turnamen Grand Slam Australia Terbuka bulan lalu. Warga Cina banyak yang memujinya sebagai atlet kebanggaan negeri. Di kampung halamannya, Kota Wuhan di Provinsi Hubei, Li disambut bak pahlawan ketika tiba Selasa, 28 Januari 2014.
Li, yang meraup hadiah US$ 2,31 juta setelah menang di Australia, tak Cuma disambut penggemarnya. Wakil gubernur Provinsi Hubei pun ikut menyambutnya. Pemerintah provinsi, melalui kepala partai Li Hongzhong, memberi cek hadiah kepada Li Na sebesar 800 ribu yuan atau sekitar US$ 132 ribu. Li Na dipuji-puji dan disebut sebagai contoh hasil yang bagus dari sistem pembinaan olah raga negeri itu.
Kantor berita pemerintah, Xinhua, menyebut prestasi Li muncul karena pengalamannya berlatih bersama tim nasional. "Negeri ini yang merawat dan mengembangkan Li. Pemerintah adalah sponsornya," tulis Xinhua. Perdebatan pun muncul karena banyak yang menilai prestasi Li Na justru hasil perjuangannya sendiri.
Li Na memang pernah bergabung di tim nasional tenis Cina selama lima tahun sejak 1997. Pada 2002 Li memutuskan keluar untuk meneruskan pendidikannya. Pada 2008 Li Na membangun tim tenisnya sendiri dan berlatih sebagai petenis profesional. Sejak saat itulah Li Na berjuang sendiri dan tak lagi menerima bantuan finansial dari pemerintah.
Perjuangan Li Na berbuah manis di Prancis Terbuka 2011. Ia menjadi petenis wanita pertama di Asia yang punya gelar Grand Slam. Selain Li, beberapa petenis wanita Cina seperti Peng Shuai, Zheng Jie dan Yan Zi juga keluar dari sistem. Mereka membangun karier solonya, bebas memilih pelatih dan menikmati bagian dari hadiah kemenangan yang mereka dapatkan.
Keberanian Li Na untuk keluar dari kekangan tampak dari tato di dada kirinya. Tato, apalagi pada tubuh wanita, bukanlah hal yang umum diterima di Cina. Sempat disembunyikan beberapa tahun, toh akhirnya Li Na berani menunjukkan tato bunga mawarnya ketika tampil di lapangan, termasuk di Melbourne Park.
Kemenangan Li Na, menurut surat kabar The China Youth Daily, memicu tuntutan untuk segera mereformasi sistem pembinaan olah raga Cina. Sistem saat ini ternyata gagal memotivasi para atlet meraih ambisi pribadi mereka seperti yang dilakukan Li Na. Dengan dua gelar Grand Slam, Li kini menempati peringkat tiga dunia dan punya kekayaan sekitar US$ 40 juta.
Li Na memang tak terlihat gembira ketika menerima cek hadiah di Hubei. Mimik wajahnya datar, tak seperti ketika ia begitu riang saat mengangkat trofi juara di Australia. Ia tak mengatakan apa-apa soal itu. Sebaliknya, Hu Dechun, petugas dinas olah raga setempat menyebut Li Na hanya kelelahan setelah menempuh penerbangan jarak jauh.
Namun "pemberontakan" Li Na sepertinya belum usai. Ia berani menolak kesempatan sekali-seumur-hidup untuk tampil di acara Festival Musim Semi Cina, sebuah ajang penggalangan dana yang disiarkan televisi pemerintah CCTV. "Aku hanya ingin menikmati Tahun Baru Cina di rumah," kata Li Na.
BBC | SCMP | BLOOMBERG | GABRIEL TITIYOGA
Berita Lain
Moyes Tak Tahu Harus Bagaimana Lagi untuk Menang
Barcelona Dipermalukan Valencia 3-2
MU Tak Berdaya Hadapi Stoke City
Cedera Kepala, Phil Jones Dilarikan ke Rumah Sakit
Barcelona Kalah, Busquets Soroti Lini Pertahanan