TEMPO.CO, Manado - Presiden kedua Indonesia yang juga paling lama menduduki posisi kepala negara, Soeharto, masih memiliki daya tarik bagi Pemerintah Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo. Nama presiden yang tumbang pada era reformasi itu, bersama istrinya, Tien Soeharto, diabadikan sebagai nama dua jembatan di Kecamatan Tilamuta, ibu kota Kabupaten Boalemo.
Jembatan yang diberi nama HM Soeharto dibangun dengan biaya Rp 15 miliar. Sedangkan Jembatan Tien Soeharto menelan dana Rp 6 miliar. Dana diambil dari APBD 2013 Kabupaten Boalemo.
Bupati Boalemo Rum Pagau mengatakan, dengan panjang 30 meter dan lebar 22 meter, Jembatan HM Soeharto rampung dibangun pada Desember 2013. Jembatan Tien Soeharto punya ukuran yang sama dengan Jembatan HM Soeharto. "Ini mungkin yang terluas di Sulawesi,” katanya kepada Tempo, Rabu, 5 Februari 2014.
Menurut Pagau, jembatan itu diberi nama HM Soeharto karena menghubungan jalan yang bernama HM Soeharto pula. Nama jalan itu ditetapkan pada 2008 dengan dasar hukum peraturan daerah.
Penggunaan nama Soeharto, kata Pagau, merupakan wujud penghargaan terhadap jasa presiden yang berkuasa selama 32 tahun itu dalam membangun Indonesia. Kendati demikian, Pagau mengakui Soeharto tidak pernah mengunjungi Boalemo sewaktu masih bertakhta.
Pagau juga mengatakan tidak ada penolakan oleh masyarakat setempat ketika nama Soeharto dan istrinya diabadikan lewat dua jembatan itu. “Nama Pak Harto maupun Ibu Tien dipakai setelah jembatan rampung,” ujarnya.
Salah seorang warga Boalemo, Djafar, tidak terlalu memikirkan masalah nama itu. Bagi Djafar, selama tidak ada pihak yang merasa dirugikan, nama Soeharto dan istrinya bebas untuk digunakan. "Tapi kalau gara-gara menggunakan nama Soeharto dan Ibu Tien kedua jembatan itu lalu roboh, ya, kami akan minta diganti namanya,” ujarnya.
Djafar mengatakan penggunaan nama Soeharto dan Ibu Tien tidak memberi mudarat. “Jadi, biarkan saja," tuturnya, yang dibenarkan oleh seorang warga lainnya, Nune.
ISA ANSHAR JUSUF