TEMPO.CO , Jakarta:- Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki sangat menyesalkan penolakan tiga calon hakim agung oleh Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Suparman menyebut, penolakan tersebut akan mempengaruhi ritme kerja Mahkamah Agung yang sudah kekurangan hakim agung. "Proses di DPR terlalu sederhana untuk simpulkan tiga calon itu tak berkualitas," kata Suparman, saat dihubungi, Selasa, 4 Februari 2014.
Selain itu, tiga calon hakim agung yang diajukan KY ke DPR sudah tersaring dari 60 calon hakim agung, dengan sistem seleksi yang sangat ketat. "Prosesnya juga panjang, 6 bulan, menghabiskan biaya Rp 3 miliar," kata Suparman.
Menurut Suparman, selain tes kesehatan, psikotes, self assesment, dan wawancara dengan pakar hakim agung dan 7 komisioner KY, para calon hakim agung juga diinvestigasi. Salah satu yang diinvestigasi adalah integritas para calon hakim agung. "Sudah kami lacak, dan merekalah yang terbaik," kata dia.
Suparman mengatakan, KY sudah menjelaskan berkali-kali mekanisme seleksi calon hakim agung ini ke DPR. Para anggota DPR, kata Suparman, mengerti dan memahami panjangnya proses seleksi tersebut.
Dengan ditolaknya tiga calon hakim agung tersebut, maka KY akan segera membuka lowongan untuk menseleksi ulang calon hakim agung. "Ini ada tambahan karena MA sudah menyurati kami, ada 4 hakim agung yang akan pensiun tahun ini," kata dia.
Berdasarkan hasil voting, Komisi Hukum DPR menolak tiga calon hakim agung yang disodorkan oleh KY. Dari 48 anggota dewan yang hadir, hakim Suhardjono mendapatkan 3 suara setuju, 44 suara tidak setuju, dan 1 abstain. Hakim Maria Anna Samyati juga memperoleh jumlah suara yang sama dengan Suhardjono. Adapun hakim Sunarto meraup 5 suara setuju, 42 suara setuju, dan 1 abstain.
Pieter mengatakan, dia sudah memberikan banyak pernyataan kepada pimpinan dan anggota yang lain bahwa dalam proses pemilihan calon hakim agung akan dilakukan secara objektif. "Tidak ada lagi yang namanya kompromi-kompromi. Kecuali hasil di lapangan seperti apa," ujar Pieter.
Menurut Pieter, Suhardjono, Maria, dan Sunarto memang tidak mempunyai kualitas yang mumpuni untuk menjadi hakim agung. "Terbukti dalam fit and proper test. Hasilnya memang mengecewakan," tutur Pieter.
TRI ARTINING PUTRI