TEMPO.CO, Sragen - Jaringan Buruh Migran Indonesia menyatakan persepsi masyarakat dan media di Indonesia bahwa Hong Kong tempat paling aman bagi tenaga kerja Indonesia terbukti salah. Juru bicara Jaringan Buruh Migran, Iweng Karsiwen, mengatakan kasus Erwiana Sulistyaningsih, TKI asal Dusun Kawis, Desa Pucangan, Kecamatan Ngrambe, Ngawi, Jawa Timur, menjadi bukti teranyar.
"Hong Kong bukan lagi negara yang aman untuk buruh migran Indonesia. Banyak pelanggaran yang terjadi di sana," katanya di Sragen, Rabu, 5 Februari 2014.
Iweng menilai nasib buruh migran di Hong Kong juga memprihatinkan, meski tidak seperti di Malaysia atau Arab Saudi. Saat ini, kata dia, ada lima TKI yang sudah melapor ke kepolisian Hong Kong karena menjadi korban penganiayaan.
Iweng menilai penganiayaan yang dialami TKI adalah buah dari kegagalan pemerintah menyediakan lapangan kerja di dalam negeri. Dengan demikian para pekerja terpaksa mencari pekerjaan ke luar negeri.
Persoalan bertambah pelik karena pemerintah seolah menyerahkan nasib buruh migran kepada swasta. "Sebab, kontrak dibuat oleh swasta. Mestinya pemerintah yang membuat kontrak standar untuk semua buruh migran," katanya.
Dia berharap kasus Erwiana menjadi pelajaran bagi pemangku kepentingan terkait. "Saat ini ada 10 juta buruh migran, baik berdokumen resmi maupun tidak berdokumen. Pemerintah harus melindungi mereka," katanya.
UKKY PRIMARTANTYO