TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Kota Yogyakarta mendesak pemerintah pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai agar ikut campur dalam pengelolaan infrastruktur sungai, terutama di wilayah Kota Yogyakarta.
Pemerintah Kota Yogyakarta mengklaim selama ini pembenahan infrastruktur sungai sebagian besar dibebankan daerah melalui dana APBD. Akibatnya, banyak sungai belum terurus infrastrukturnya dan mendorong semakin banyak kampung berpotensi kebanjiran ketika sungai di sekitarnya meluap.
“Kalau daerah terus yang dibebani pembenahan infrastruktur sungai, APBD Kota Yogyakarta bisa jebol karena banyak sungai di Yogya,” kata Kepala Bidang Pengairan dan Drainase Permukiman Sarana dan Prasarana Wilayah Kota Yogyakarta Aki Lukman Nor Hakim kepada Tempo, Jumat, 7 Februari 2014.
Kota Yogya dilalui tujuh sungai. Tiga sungai di antaranya merupakan sungai besar, yakni Code, Winongo, dan Gajah Wong. Dari seluruh sungai, baru satu sungai yang memiliki talud pengaman penuh dari ujung sampai pangkal, yaitu Sungai Code, sepanjang 8 kilometer.
Untuk sungai Gajah Wong dan Winongo, tahun ini Pemkot Yogya hanya bisa mengalokasikan anggaran Rp 3,3 miliar untuk membangun talud baru. Sedangkan empat sungai sedang lain, seperti Belik, Manunggal, dan Buntung, sama sekali belum bisa tersentuh pembangunan talud, baik yang berupa bronjong, tanggul tanah, atau semen.
Padahal soal talud sungai itu, sesuai undang-undang, kewenangannya pada pemerintah pusat melalui Balai Besar Sungai Wilayah. Pemerintah hanya berwenang mengelola wilayah bantaran. “Kami sudah usulkan agar dua sungai besar, yakni Gajah Wong dan Winongo, bisa dibantu pembangunan taludnya, tapi sampai sekarang belum ada hasilnya,” kata Aki, yang sempat bertemu Komisi V DPR pekan ini saat meninjau pembangunan dermaga di Kulonprogo.
Tak sempurnanya talud di seluruh sungai, kata Aki, menjadi pemicu kampung yang ada di bantaran sungai semakin rawan banjir saat musim hujan. “Semakin banyak daerah baru yang sebelumnya tak kebanjiran, sekarang kena banjir,” katanya dengan menyebut sejumlah contoh wilayah yang kena banjir, seperti Bener, Klitren, dan sejumlah titik di Danurejan.
Dengan anggaran yang ada saat ini, Pemkot Yogya mengaku angkat tangan ketika mendapat laporan masyarakat adanya sejumlah talud bronjong mulai ambles tergerus akibat meningkatnya volume sungai. “Untuk perbaikan dan perawatan, kami jelas tak mampu anggarkan lagi karena yang baru saja belum dibangun. Sisa anggaran untuk memperbaiki jalanan kota yang ambles,” ujarnya.
Dari inventarisasi Pemkot Yogya di Sungai Gajah Wong dan Winongo, bantuan infrastruktur dari Pemerintah Provinsi DIY dan Balai Besar Wilayah Sungai belum ada 30 persen dari panjang sungai. Winongo, misalnya, panjangnya 7,8 kilometer dan Gajah Wong 6,4 kilometer.
Musim hujan dua tahun terakhir ini, air dua sungai meluberi kampung yang letaknya di bantaran sungai. “Air sudah masuk rumah warga,” katanya.
Anggota Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Suwarto, menuturkan pelimpahan kewenangan soal pengelolaan sungai selama ini tak pernah transparan. “Seharusnya penataan sungai bukan wilayah Pemkot Yogya, tapi anggaran selalu ada untuk itu,” ujarnya.
Suwarto mengatakan dari aspek kedekatan kewenangan, yang seharusnya pertama mengurusi pembangunan infrastruktur sungai adalah Pemprov DIY sebagai perwakilan pemerintah pusat. “Bukan dipasarahkan ke Pemkot Yogya semua,” katanya.
Meski demikian, DPRD Kota Yogyakarta, terutama Komisi C, tiap tahun terus menyetujui anggaran pembangunan infrastruktur sungai karena ada permintaan dari Pemkot Yogya.
PRIBADI WICAKSONO