TEMPO.CO, Pemalang - Bencana longsor kembali terjadi di sejumlah titik di wilayah Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Hingga Jumat, 7 Februari 2014, 543 keluarga atau 2.071 warga masih bertahan di belasan pos pengungsian akibat banjir dan longsor yang terjadi serentak di 14 desa pada Sabtu malam pekan lalu.
Di Desa Cawet, pergerakan tanah terus terjadi meski lambat. "Kecepatannya bertambah setiap hujan," kata koordinator tenaga kesejahteraan sosial Kecamatan Watukumpul, Ria Kurniawan, kepada Tempo di Balai Desa Cikadu, Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang. Balai desa itu difungsikan sebagai posko penanggulangan bencana alam (PBA).
Kecamatan Watukumpul berada di daerah perbukitan, sekitar 55 kilometer di selatan pusat Kabupaten Pemalang. Dengan mobil penggerak, perjalanan ke Desa Cikadu dari Kota Pemalang memakan waktu tiga jam. Selain rusak, jalannya juga terus menanjak.
Data dari posko PBA, longsor terjadi di Desa Tundagan, Bongas, Cikadu, Cawet, Pagelaran, Bodas, Medayu, Tlagasana, Jojogan, Wisnu, Majalangu, Tambi, Gapura, dan Watukumpul. Longsor serentak akibat hujan deras itu menyebabkan 429 rumah rusak berat dan 78 rumah rusak ringan.
Banjir dan longsor yang terjadi secara bersamaan itu juga menyebabkan delapan ruas jalan penghubung antardesa rusak dan sebagian ambles. Lima jembatan hanyut dan dua jembatan anjlok. Tiga masjid dan enam musala juga tidak luput dari kerusakan.
Ria mengatakan serentetan bencana longsor dan banjir itu bermula dari hujan deras sejak Sabtu sore, 1 Februari 2014. Hujan deras menyebabkan banjir bandang di Sungai Polaga, hulu Sungai Comal. Ketinggian air di sungai terbesar di Pemalang saat itu mencapai 8 meter.
Tinggi dan derasnya arus banjir bandang menghanyutkan dua rumah di bantaran sungai di Dusun Krajan, Desa Cikadu. Beruntung, penghuni kedua rumah itu sudah menyelamatkan diri sebelum kejadian. "Ini bencana terparah di Watukumpul sejak 2002," kata Ketua Kampung Siaga Bencana Marjatno.
Menurut Marjatno, bencana paling parah terjadi di Desa Cikadu. Ada 326 rumah rusak berat alias hancur tertimbun material, sehingga tidak bisa dihuni lagi.
Bantuan logistik terus mengalir dari pemerintah, swasta, dan sejumlah organisasi dari dalam dan luar Pemalang. Namun pengungsi yang rumahnya hancur mengaku sudah tidak punya harapan selain menunggu kebijakan relokasi dari pemerintah.
"Kami berharap pemerintah segera merelokasi ke daerah yang lebih aman," kata Dolah, 50 tahun, warga Dusun Krajan, Desa Cikadu. Bersama istri dan anaknya, Dolah mengungsi di rumah saudaranya yang tak jauh dari rumahnya.
DINDA LEO LISTY