TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pengembangan Metro Mini Herlambang kecewa terhadap pernyataan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yang mengatakan sopir Metro Mini tidak layak menjadi pengemudi bus Transjakarta.
Menurut dia, YLKI seharusnya tidak menghakimi seluruh sopir Metro Mini berwatak ugal-ugalan. “Tidak bisa begitu, YLKI tidak bisa memberikan pernyataan seperti itu,” kata Herlambang kepada Tempo, Sabtu, 8 Februari 2014.
“Persoalan ugal-ugalan itu bukan karena watak, tapi sistem saja yang harus diperbaiki,” ujar Herlambang. Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan merekrut 1.531 sopir untuk mengoperasikan 1.000 unit bus Transjakarta. Sopir-sopir tersebut akan direkrut dari berbagai perusahaan bus, termasuk Metro Mini.
Namun YLKI menolak rencana perekrutan sopir Metro Mini menjadi pengemudi bus Transjakarta. Alasannya, watak sopir Metro Mini yang suka ugal-ugalan sulit diubah. "Pemerintah jangan sampai mengorbankan kenyamanan dan keamanan pengguna bus Transjakarta," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo.
Herlambang mengungkapkan saat ini sopir Metro Mini berjumlah sekitar 6.000. Namun dia mengaku tidak mengetahui berapa persen sopirnya yang suka ugal-ugalan dan berapa persen yang layak menjadi pengemudi bus Transjakarta.
Menurut Herlambang, faktor yang menyebabkan sopir Metro Mini ugal-ugalan, di antaranya, adalah faktor jumlah armada yang terlalu banyak dalam satu trayek.
“Jadi, mereka berebutan penumpang. Itu yang menyebabkan ugal-ugalan, bukan karena watak dan sifat,” ujar Herlambang. “Kalau mereka sudah memenuhi jumlah setoran, otomatis kan tidak akan ugal-ugalan, apalagi kalau sudah mendapat penghasilan tetap,” katanya.
Herlambang menilai YLKI terlalu mendiskreditkan sopir Metro Mini secara keseluruhan. Meski Herlambang mengakui ada beberapa kasus ugal-ugalan sopir Metro Mini dan menyebabkan korban, tapi menurut dia, itu bukan disebabkan faktor kesengajaan dan sifat dari tiap sopir Metro Mini.
Herlambang mengklaim pihaknya sudah berupaya untuk membuat sistem kerja sopir Metro Mini teratur. Namun sistem itu belum didukung penuh oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Sehingga kami juga kesulitan untuk membentuk sistem yang bagus kalau dari Pemprov DKI tidak ada dukungan.”
REZA ADITYA