TEMPO.CO, Denpasar: Pemerintah Daerah Provinsi Bali menolak penyelenggaraan International Trade Fair Tobacco Product and Smoker (Inter Tabac) Asia 2014 yang rencananya akan diselenggarakan di Nusa Dua, Bali pada 27-28 Februari 2014. Penolakan resmi itu disampaikan kepada Menteri Kesehatan dalam surat yang ditandatangani Sekretaris Daerah Bali Cokorda Ngurah Pemayun.
"Kita harapkan semua pihak di Bali memberikan dukungan atas penolakan ini, termasuk dari pihak kepolisian," kata Made Kerta Duana dari Aliansi Masyarakat Peduli Bahaya Rokok (AMPBR) di Denpasar, Sabtu, 8 Februari 2014.
Dalam surat bertanggal 4 Februari 2014 itu terungkap, alasan penolakan Bali karena bukan merupakan daerah penghasil tembakau. Selain itu, Bali telah memiliki Perda Nomor 10 tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Surat itu juga ditembuskan kepada Komnas HAM, Komnas Pengendalian Tembakau, Kapolda Bali dan Kepala Satpol PP Bali.
Duana menyebut, pihaknya perlu menegaskan hal itu, karena panitia ternyata telah mulai melakukan persiapan-persiapan untuk penyelenggaraan acara itu. Kepada pihak Bali Tourism Development Centre (BTDC) yang menjadi lokasi acara misalnya, telah dikirimkan permohonan izin dengan melampirkan surat rekomendasi dari Polda Bali.
"Karena itu kami akan menghadap Kapolda untuk menginformasikan adanya penolakan dari Pemprov Bali," katanya.
Aktivis anti rokok Prof. Dr Dewa Wirawan dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana menyatakan, Indonesia saat ini memang telah menjadi benteng terakhir industri rokok karena menolak untuk meratifikasi konvensi internasional mengenai bahaya tembakau. Karena itu berbagai acara internasional hendak digelar di Indonesia guna menyasar para perokok pemula dan mengembangkan pasar mereka.
"Hanya Somalia dan Indonesia yang masih mau menyelenggarakan acara ini," tegasnya.
Dia yakin, penolakan itu tidak akan mempengaruhi citra Bali sebagai kawasan wisata yang ramah di mata dunia. Bahkan sebaliknya, menciptakan citra baik sebagai daerah wisata yang peduli pada masalah kesehatan.
Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan 64,7 persen pria dan 4,5 persen wanita Indonesia, saat ini, mengkonsumsi rokok yang menempatkan Indonesia pada negara dengan populasi perokok tertinggi di dunia. Lebih buruk lagi karena sebagian besar berasal dari masyarakat miskin di mana rumah tangga miskin itu menghabiskan 11,5 persen penghasilannya pada untuk produk tembakau. Padahal untuk pendidikan hanya disisihkan sebesar 4,5 persen.
ROFIQI HASAN
- Produksi Rokok Dibatasi Bila Ada Ratifikasi FCTC
- Indonesia Dianggap Belum Perlu Ratifikasi FCTC
- Peneliti: Tembakau Baik untuk Kesehatan
- Ketemu Pabrik Rokok, Baleg Cari Judul RUU Tembakau
- Pemerintah Tak Serius Ratifikasi UU Tentang Tembakau