TEMPO.CO, Bandung -Sebanyak 10 pemilik tanah di Desa Pegagan Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon yang masih bersengketa dengan Tim Pembebasan Tanah (TPT) tol Cikampek-Palimanan (Cipali) diberi waktu untuk mengosongkan lahannya hingga 15 Februari 2014. "Ini surat peringatan ketiga kepada mereka untuk segera mengosongkan tanah tersebut," kata Ketua TPT tol Cipali, Eten Roseli, Ahad, 9 Februari 2014.
Menurut dia, akibat 10 pemilik tanah belum meninggalkan lokasi tersebut, pembangunan jalur tol, seksi 6 interchange (IC) Sumberjaya, Kabupaten Majalengka-IC Palimanan, Kabupaten Cirebon terhambat. Pada Seksi 6 ruas jalan yang dibangun sepanjang 14,53 km namun progresnya baru sekitar 48,09 persen. Padahal pada seksi ini pembangunan diharapkan selesai 18 bulan.
Padahal pembangunan di IC seksi 6 ini telah dibagi dalam dua seksi yaitu 6a dsan 6b oleh dua perusahaan yang berbeda yaitu PT Hutama Karya dan PT Pembangunan Perumahan. Seharusnya, lanjut Eten, sejak dua bulan lalu tanah di Desa Pegagan sudah bisa dikosongkan. Namun pihaknya terpaksa menunda karena ada Pilkada di Kabupaten Cirebon.
Akibat keterlambatan pembangunan tol Cipali sepanjang 116 km dengan biaya sekitar Rp 12,5 triliun menyebabkan kerugian negara hingga miliaran rupiah setiap bulannya.
Kerugian itu diantaranya meliputi denda keterlambatan akibat keterlambatan yang seharusnya dipikul investor/kontraktor pelaksana Rp 375 miliar perbulan, bunga bank yang harus dibayar investor yang harus jadi beban negara Rp 125 miliar per bulan dan kerugian negara atau rakyat akibat keterlambatanan penyelesaian sekitar Rp 120 miliar/bulan.
Tol Cipali ditargetkan beroperasi pada 2015 mendatang. Keberadaan tol Cipali akan membantu meningkatkan akses transportasi di wilayah Cirebon, terutama saat ini beban jalur pantura sudah cukup berat dan tidak bisa diandalkan. "kemacetan akan terus terjadi di jalur pantura," ujarnya.
Sementara itu, penasihan hukum belasan warga Desa Pegagan, Agus Proyaga mengatakan pihaknya sudah sudah menerima surat peringatan ke tiga dari pihak TPT Tol Cipali. "Langkah itu merupakan bentuk intimidasi TPT terhadap warga," ujarnya.
Menurut dia, pihaknya akan menunggu pencabutan hak dari presiden dan akan mengadakan perlawahan di lapangan jika TPT dan aparat tetap memaksa. Harga pembebasan tanah yang ditawarkan TPT hanya berkisar Rp 200 ribu hingga Rp 350 ribu per meter persegi. Harga itu dinilainya erlalu kecil karena menggunakan dasar harga tahun 2005-2007. Warga sendiri meminta harga dinaikkan pada kisaran Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta per meter.
IVANSYAH