TEMPO.CO, Yogyakarta - Erupsi gunung Kelud di Kediri, Jawa Timur, yang terjadi Kamis, 13 Februari 2014, menjelang tengah malam, menghasilkan hujan abu hingga wilayah Surakarta, Karanganyar, bahkan Yogyakarta.
Hingga pukul 06.15, guyuran abu masih tampak. Yogyakarta masih gelap, matahari belum tampak. Abu vulkanik warna putih menyelimuti atap rumah, pohon, dan jalan raya. Namun sekitar sepuluh menit kemudian, matahari kuning mulai membuka wajah Kota Yogya.
Seorang warga yang setiap pagi menjalankan aktivitasnya, terpaksa keluar rumah menggunakan masker dan payung. Dia mengira, hujan abu dari Merapi. “Saya kira Merapi njeblug (meletus), ternyata bukan. Ini saya harus setor makanan ke warung,” kata Ibu Tugimin, warga Yogyakarta, Jum’at 14 Februari 2014 pagi.
Warga lain, Bambang, mengaku tahu kalau itu letusan Gunung Kelud, dari Televisi. “Kebetulan tadi malam saya belum tidur. Saya pantau tivi sampai jam dua pagi. Saya juga dengar ledakan sekitar pukul 11.00. Semula saya kira juga Merapi,” katanya.
Di Karanganyar, seorang warga, David, mengaku baru sadar jika hujan abu berasal dari gunung Kelud di Kediri. “Saya kira dari gunung Merapi. Tapi setelah menonton televisi, ternyata gunung Kelud yang meletus,” kata warga Bejen, Karanganyar, Jumat pagi.
Dia mengatakan, saat gunung Merapi erupsi pada 2010, hujan abu tidak sampai Karanganyar. Dia menyebut, hujan abu gunung Kelud juga disertai kerikil ukuran kecil. “Terdengar gemericik di atap rumah,” katanya.(Baca:Letusan Gunung Kelud Mencekam)
Saat ini warga Karanganyar tetap beraktivitas. Pengendara sepeda motor memakai jas hujan agar tidak terkena abu vulkanik. (Baca: Pengungsi Gunung Kelud Tidur di Teras Balai Desa)
LN.IDAYANIE | UKKY PRIMARTANTYO