TEMPO.CO, Jakarta - Bukan kali ini saja Transjakarta menjadi sorotan. Pada awal kemunculannya, moda transportasi umum hasil kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso itu pernah kisruh. Persoalannya pada perbedaan antara konsorsium operator dan Badan Layanan Umum Transjakarta mengenai tarif jalan per kilometer.
Untuk menjalankan Koridor IV, V, VI, dan VII, BLU menunjuk langsung dua konsorsium untuk mengoperasikan bus. Dua konsorsium tersebut adalah PT Jakarta Trans Metropolitan (Mayasari, Steady Safe, Bianglala, dan PPD) untuk Koridor IV dan VI serta PT Jakarta Mega Trans (Mayasari, Steady Safe, PPD, dan Pahala Kencana) untuk Koridor V dan VII.
Penunjukan langsung ini membuat ongkos pembayaran untuk pengoperasian bus didasarkan pada proses tawar-menawar. Konsorsium mengajukan tarif Rp 16.641 per kilometer untuk Koridor IV (Pulogadung-Dukuh atas), Rp 29.867 untuk Koridor V (Kampung Melayu-Ancol), Rp 16.619 untuk Koridor VI (Ragunan-Dukuh Atas), dan Rp 15.965 untuk Koridor VII (Kampung Rambutan-Kampung Melayu).
Gugatan