TEMPO.CO, Yogyakarta - Meninggalnya guru besar Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Damardjati Supadjar, pada 17 Februari pukul 17.00 WIB sempat membuat Puguh Windrawan terperenyak. Puguh bukan bekas mahasiswanya. Tapi dia pernah berbincang lama dengan Damardjati saat wawancara untuk majalah kampus Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Keadilan, sekitar 2000-an.
"Kami datang untuk wawancara. Sudah janjian. Tapi malah dimarahi," kata Puguh sambil tertawa kecil saat dihubungi Tempo, Selasa, 18 Februari 2014.
Gara-garanya, dia dianggap tak tahu sejarah hubungan Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta, dan pantai selatan. Damardjati menerangkannya dengan menggunakan istilah-istilah filsafat. Bagi Puguh, itu susah dimengerti. "Almarhum bicara soal garis imajiner, garis lurus yang menghubungkan ketiga titik tadi. Itu mistis. Enggak masuk logika kami," kata Puguh yang kini dosen Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.
Kejengkelan Damardjati pun bertambah saat teman Puguh, Yoga Swanda Gautama, yang menjadi fotografer pers kampus itu memainkan kameranya. Yoga mengambil gambar profil Damardjati tanpa seizinnya. "Kalau mau motret, minta izin dulu," kata Puguh mengutip teguran Damardjati.
Wawancara pun tetap berlanjut di rumah Damardjati di Sleman. Sedari pukul 14.00 WIB hingga 17.00 WIB. Namun suasana yang dibangun bukan seperti narasumber dengan reporter. Melainkan seperti dosen dengan mahasiswanya. Puguh dan Yoga harus menghadap papan tulis yang disediakan. Damardjati pun membuat coretan-coretan untuk menerangkan. Untunglah ada alat perekam yang merekam semua penjelasan Damardjati. Hampir dua kaset mereka habiskan. "Susah juga mentranskripnya. Banyak istilah filsafat Jawa yang kami enggak paham," kata Puguh.
Penampilan Damardjati pun seperti menghadapi mahasiswanya di kelas. Celana panjang kain dengan kemeja lengan panjang warna biru yang digulung kedua lengannya. Sedangkan kedua mahasiswa dadakan itu mengenakan celana jins belel.
Tak sekadar memberikan penjelasan. Damardjati pun meminta Puguh dan Yoga menemui masyarakat lereng Merapi. Biar mereka mengerti kearifan lokal yang dibangun di sana. Keduanya pun patuh. "Habis dari rumah Pak Damardjati, kami ke rumah Mbah Maridjan (almarhum juru kunci Merapi). Belajar sejarah Merapi semalam suntuk," kata Yoga yang kini tinggal di Cirebon.
Ada pesan Damardjati yang semestinya harus mereka lakukan setelah dari Merapi. Yaitu kembali menemui Damardjati untuk menyampaikan apa saja yang telah mereka dapatkan dari perburuan pemahaman soal Merapi. Tapi mereka tak memenuhinya. "Takut dimarahi lagi," kata Puguh sambil tertawa.
Satu hal yang dipetik Puguh dan Yoga dari pertemuan mereka dengan Damardjati adalah guru besar itu tak sekadar memberikan, melainkan ada tanggung jawab untuk membuat orang yang diberi paham. "Meski beliau orangnya kaku. Selamat jalan, Prof," kata Puguh.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Terkait:
Damardjati Kritik Merek Rokok 'Kraton Ndalem'
Darmadjati dan Bisikan Usai Mandi di Kali Code
Damardjati Beri Saran Soal Penerus Sultan HB X
Damardjati Berkisah Sukarno, Susu dan Dada