TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Humas Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Ronny Franky Sompie membantah jika penyidik Badan Reserse Kriminal tak optimal memeriksa tersangka kasus suap dan pencucian uang di Direktorat Jenderal Bea Cukai, Heru Sulastyono. Menurut Ronny, penyidik sudah menerapkan strategi dan prosedur penyidikan yang benar terhadap mantan Kepala Sub-Direktorat Ekspor di Kantor Bea Cukai Pusat.
Sebelumnya, mantan pengacara Heru, Sugeng Teguh Santoso, menilai penyidik Bareskrim agaknya kurang optimal memeriksa mantan kliennya. Menurut dia, hampir tiga bulan Heru ditahan, penyidik hanya beberapa kali saja memeriksa. Selanjutnya penyidik lebih banyak memeriksa orang-orang yang diduga dekat dengan Heru. Termasuk melakukan penggeledahan di berbagai tempat.
Menurut Ronny penyidik punya pedoman pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk memperoleh bukti dari suatu tindak kejahatan. "Ada lima hal yang bisa digunakan untuk membuktikan pidana," kata Ronny saat dihubungi Jumat, 22 Februari 2014.
Antara lain: keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat, bukti petunjuk, dan terakhir keterangan terdakwa di pengadilan. Dari hal tersebut, kata dia, sudah bisa dipahami alasan kenapa penyidik seakan lebih menitikberatkan pemeriksaan saksi.
Sebab penyidik lebih mengejar keterangan saksi dan mencari barang bukti. Sebab keterangan saksi dan bukti adalah komponen utama yang diperlukan penyidik menjerat tersangka. "Pemeriksaan tersangka seperti formalitas saja, justru pemeriksaan terdakwa di pengadilan lebih diutamakan," kata Ronny.
Heru Sulastyono mendekap di tahanan Bareskrim polri sejak 29 Oktober 2013 atas dugaan terima suap dan lakukan pencucian uang. Dari kasus ini, penyidik Bareskrim telah memblokir delapan aset milik Kepala Subdirektorat Ekspor-Impor Dirjen Bea dan Cukai, Heru Sulastyono. Kedelapan aset itu berupa tanah dan bangunan di berbagai daerah.
INDRA WIJAYA