TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menuding pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat berkongkalikong menggembosi KPK dengan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. "Jika presiden dan DPR jujur, sejak awal tidak main di 'lorong gelap,'" ujarnya melalui pesan singkat, Sabtu, 22 Februari 2014. (baca: Bambang Widjojanto: Revisi KUHAP Bisa Habisi KPK)
Menurut Busyro, kalau pemerintah dan DPR jujur, mereka seharusnya meminta masukan KPK sejak dulu. Terlebih, ini bukan pertama kali KPK terancam dilemahkan. Dulu, ada rencana pemerintah merevisi Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalamnya, kata Busyro, ada pasal yang bisa mematikan KPK. "Setelah kami teriak, distop, tidak jadi diajukan ke DPR. Eh, sekarang dicoba menggergaji leher KPK. Kami dan ratusan dosen hukum teriak lagi, malah akan diteruskan," tutur Busyro. (Baca:Revisi KUHAP Dicurigai Ajang Balas Dendam Parpol)
Ia berpendapat penjegalan kinerja KPK itu merupakan kemunafikan politik nyaris sempurna yang mempermainkan rakyat. "Jika tetap diteruskan, pemerintah dan DPR menabuh genderang penipuan rakyat. Saya yakin jumlah golput akan meledak," ujarnya. (baca:
Busyro menilai bukan jamannya lagi penguasa kini mengulangi rezim Orde Baru yang doyan menipu secara politik. Pasalnya, rakyat kini sudah makin melek secara politik.
RUU KUHAP dan KUHP tersebut ditentang KPK dan masyarakat sipil karena dianggap bakal menggembosi bukan saja pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, tetapi juga kinerja lembaga penegak hukum lain seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, serta Badan Narkotika Nasional.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyerahkan naskah RUU KUHAP dan RUU Hukum Pidana (KUHP) kepada Komisi Hukum DPR pada 6 Maret 2013. Kedua draf regulasi tersebut masuk ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional periode 2009-2014. KPK jauh-jauh hari sudah meminta pembahasan RUU KUHAP untuk dihentikan.
BUNGA MANGGIASIH