TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Hariadi, menilai langkah politik Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebagai suatu blunder. Langkah politik yang ditempuh Risma adalah menemui Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Priyo Budi Santoso.
Dalam beberapa pekan terakhir, Risma dikabarkan akan mundur karena tekanan politik. Risma pun wara-wiri tampil di pemberitaan. Dia seakan curhat atas tekanan yang dia alami. "Sayang, langkah politiknya salah, blunder kata lainnya," kata Hariadi.
Hariadi mengatakan pertemuan Risma dengan Priyo dinilai tak etis. Alasannya, Hariadi menilai permasalahan Risma merupakan ranah internal PDIP. Walhasil, tak layak jika dibicarakan dengan pihak lain. (Baca juga: Dekati Risma, Motif Priyo Dicurigai Demi Kursi DPR)
Priyo merupakan politikus Golkar yang kembali mencalonkan diri dalam pemilu legislatif daerah pemilihan Jawa Timur I yang meliputi Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo. "Sekarang tampak Risma berpolitik, tapi sayang dia tak sehati-hati Joko Widodo," katanya.
Hariadi menambahkan, Risma mengalami perubahan yang cukup drastis. "Risma berubah dari pemimpin teknokrat jadi aktor politik," katanyaa.
Hariadi beralasan, pada masa awal Risma mengabdi di pemerintah kota, saat menjabat Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan sampai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan hingga awal-awal menjabat Wali Kota Surabaya, dia tampak mementingkan pekerjaannya. Selama itu, meski ada masalah Risma jarang mengeluh di depan media dan masyarakat. "Dia dikenal pejabat yang bekerja dengan diam," kata Hariadi. (Simak edisi khusus #SaveRisma)
INDRA WIJAYA
Terkait:
4 Kali Mau Mundur, Risma Dinilai Tak Pede Jadi Pemimpin
Wali Kota Risma dan Catatan Malaikat
PDIP Tuding Priyo Politisasi Kasus Risma
Risma Terpilih sebagai Wali Kota Terbaik Dunia