TEMPO.CO, New York - Dewan Keamanan PBB, Sabtu, 22 Februari 2014, memutuskan mengadopsi resolusi yang menuntut kedua belah pihak dalam konflik mematikan di Suriah--pemerintah Presiden Bashar al-Assad dan para pemberontak--memberi akses langsung ke seluruh negara itu untuk penyaluran bantuan dari luar kepada jutaan orang warganya yang membutuhkan.
Ini adalah pertama kalinya 15 anggota Dewan Keamanan PBB menyetujui resolusi tentang krisis kemanusiaan Suriah saat pendukung Assad--Rusia dan Cina--bergabung dengan anggota DK lainnya untuk mengirim pesan yang kuat kepada pihak-pihak yang bertikai agar penyaluran bantuan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan lainnya untuk warga sipil yang terperangkap dalam konflik, tak diblokir.
Rusia dan Cina telah melindungi sekutunya di Suriah, Assad, di Dewan Keamanan PBB selama perang saudara yang berlangsung tiga tahun. Kedua negara telah memveto tiga resolusi yang mengutuk pemerintah Suriah dan mengancam untuk memberikan sanksi terhadap pemerintah Assad.
Resolusi hari ini juga tidak memuat ancaman sanksi seperti draf yang didukung negara Barat dan Arab, tetapi mengungkapkan niat Dewan untuk mengambil "langkah lebih lanjut" jika resolusi tersebut tidak dilaksanakan. Resolusi ini juga menyerukan pengakhiran segala bentuk kekerasan di negara itu dengan segera dan mengecam keras munculnya serangan organisasi teror yang berafiliasi dengan Al-Qaidah.
Para anggota Dewan bersikeras semua pihak harus berhenti menyerang warga sipil, termasuk melalui penembakan dan pengeboman udara dengan bom barel, yang penggunaannya telah dikutuk oleh pejabat senior PBB.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, yang ikut dalam pertemuan itu, menyambut resolusi itu tetapi menyebetukan resolusi ini "seharusnya tidak diperlukan" karena bantuan kemanusiaan bukanlah sesuatu yang harus dinegosiasikan tetapi diperbolehkan berdasarkan hukum internasional.
Ban mengungkapkan keterkejutan yang mendalam bahwa kedua belah pihak mengepung warga sipil sebagai taktik perang, dan mencatat bahwa laporan pelanggaran hak asasi manusia yang terus berlanjut, termasuk praktek pembantaian serta kekerasan seksual termasuk terhadap anak-anak .
Dalam resolusi tersebut, Dewan sangat mengutuk "pelanggaran luas hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan internasional oleh pemerintah Suriah" dan mendesak semua pihak yang terlibat untuk mencabut pengepungan daerah permukiman, termasuk di Aleppo, Damaskus dan pedesaan Damaskus, serta Homs.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat, Valerie Amos, mengatakan ia berharap resolusi ini akan memfasilitasi pengiriman bantuan. Dia juga menggarisbawahi pentingnya melindungi orang biasa, yang telah menanggung beban aksi kekerasan di negara itu.
Sebelumnya, tim penyaluran bantuan PBB sempat ditembaki saat akan memberi bantuan ke Aleppo meski sudah ada kesepakatan gencatan senjata antara dua pihak yang bertikai.
Menurut Badan Pengungsi PBB (UNHCR), saat ini terdapat lebih dari 2,4 juta pengungsi yang terdaftar di wilayah tersebut: 932.000 di Libanon, 574.000 di Yordania , 613.000 di Turki, 223.000 di Irak, dan sekitar 134.000 di Mesir.
Dalam resolusi Sabtu itu, DK PBB menekankan bahwa "situasi kemanusiaan akan terus memburuk dengan tidak adanya solusi politik dan menyatakan dukungan untuk pembicaraan langsung yang disponsori PBB antara perwakilan pemerintah dan oposisi."
Pada akhir putaran kedua perundingan antara dua pihak pekan lalu, Lakhdar Brahimi, Wakil Khusus PBB-Liga Arab Soal Krisis Suriah menyatakan penyesalannya bahwa "hanya kerja sama kecil" yang dicapai dalam perundingan itu, yaitu menyangkut pengiriman bantuan kemanusiaan. Dia mengatakan dua pihak sepakat bahwa babak baru pembicaraan akan berfokus pada kasus kekerasan dan terorisme, badan transisi, serta rekonsiliasi nasional.
THE NATION PAKISTAN | ABDUL MANAN
BERITA LAINNYA
Demonstran Ukraina Kuasai Istana Kepresidenan
Militan Mesir di Sinai Incar Wisatawan
Demonstran Ukraina Tuntut Presiden Mundur
Bos Kartel Narkoba Sinaloa Meksiko Ditangkap
Lithuania Selidiki Klaim Soal Penjara Rahasia CIA